1. Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut
dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga
berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga
menimbulkan risiko yang lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon
dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah
dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang
disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh
bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus
ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui,
pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak
bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi
risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah;
telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan
terus mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau
belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka
terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi
sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami
dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin
justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus.
Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare.
Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja.
Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua
mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.
2. Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu
dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin
dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah
yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan
perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy ,
gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan
ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar
darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka
terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu
dilakukan proses tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah
masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke
dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk
menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
3. Terapi Obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati
sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada
juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk
mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ
hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini
dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk.
Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga
dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru
memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan
menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya
dengan fototerapi si kecil sudah bisa ditangani.
4. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin.
Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI
memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air
besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah
pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan
kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice) .
Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar
bilirubinnya. Sayang, apakah komponen tersebut belum diketahui hingga
saat ini.
Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua
setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk
sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi
normal, baru boleh disusui lagi.
5. Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi
dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat
jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian
telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana
sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh,
sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan
kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena
dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan
udara harus bersih.
0 komentar:
Posting Komentar