Gangguan pendengaran bisa disebabkan oleh berbagai hal
dan angkanya terus meningkat karena pengaruh gaya hidup. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa milyaran anak muda berisiko
menderita gangguan pendengaran setengahnya karena terpapar suara dari
perangkat audio personal (penggunaan headphone atau earphone).
Direktur
Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P), Kementerian
Kesehatan, dr H. Mohamad Subuh, MPPM, mengatakan di Indonesia sendiri
angka prevalensi gangguan telinga nasional mencapai 2,6 persen. Ada
sembilan provinsi yang rata-rata prevalensinya lebih tinggi dari tingkat
nasional dengan angka tertinggi untuk ketulian ada di provinsi Maluku
yaitu 0,45 persen.
"Kalau kita lihat Provinsi Maluku ya. Saya
enggak tahu ini daerah perairan biasanya hobi menyelam sehingga
mengganggu telinga sampai kepada ketulian," kata dr Subuh pada acara
temu media Hari Pendengaran Sedunia di kantor P2P Kementerian Kesehatan,
Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2017).
Mengapa
aktivitas menyelam bisa menyebabkan gangguan pendengaran? dr Sri
Susilawati, SpTHT-KL dari Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) menjelaskan ada
kaitannya dengan perbedaan tekanan udara.
Ketika seseorang
menyelam karena perbedaan kedalaman akan ada perbedaan tekanan udara di
dalam telinga dengan lingkungan sekitar. Semakin dalam seseorang
menyelam makan tekanan akan semakin tinggi sehingga bisa menimbulkan
rasa tidak nyaman di telinga.
Penyelam profesional biasanya
menguasai teknik menyamakan tekanan udara dengan membiasakan diri
terlebih dahulu dalam pada satu kedalaman tertentu sebelum menyelam
lebih jauh. Nah pada penyelam masyarakat tradisional karena tidak
dilengkapi peralatan lengkap maka biasanya mereka akan langsung menyelam
dan kembali ke permukaan dengan cepat sebelum oksigen di paru-parunya
habis.
"Masalahnya sekarang mereka kan tidak pakai oksigen jadi
harus cepat. Itu menyebabkan tekanan di telinga tengah jadi besar sekali
bisa gendang telinga pecah di situ atau bisa pecah waktu naik ke
permukaan," ungkap dr Sri ketika ditemui pada kesempatan yang sama.
"Kalau
sudah pecah pendengarannya akan berkurang permanen. Enggak akan hilang
sama sekali memang karena bukan sarafnya yang rusak tapi biasanya bisa
sampai 50 persen lah," pungkas dr Sri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar