Berita hoax maupun berita yang diterima secara salah saat ini begitu
mudah ditangkap masyarakat melalui berbagai media sosial. Stres yang
muncul akibat arus informasi yang begitu deras dan kesanggupan seseorang
menanggapi hal tersebut bisa memicu gangguan mental, termasuk
membangkitkan trauma lama.
Psikiater dari Klinik Psikosomatik RS
Omni Alam Sutera, dr. Andri, SpKJ, pernah bertemu pasien dengan kasus
seperti itu. Dalam rilis yang diterima DetikHealth, Senin (28/8/2017),
dr Andri menuliskan bahwa pasien tersebut pertama kali datang dengan
ketakutan yang luar biasa.
"Perempuan usia paruh baya ini datang
dengan ketakutan yang luar biasa akibat berita dari media sosial yang
berkaitan dengan gejolak demo dan hoax tentang etnis Tionghoa. Itu
membuat bayangan traumatik di masa tahun 1998 kembali teringat,"
tulisnya.
Pada
1998, pasien mengaku dia hampir mengalami dampak dari keberingasan
massa. Setelah peristiwa tersebut, dia harus menjalani perawatan
psikiatrik karena masalah yang terkait dengan traumatik yang dia alami.
"Ketidakstabilan
situasi saat ini dan banyaknya berita hoax berkaitan dengan kondisi
sekarang seperti menjadi pemicu buat dirinya. Di satu pihak dia tidak
mau membacanya, namun di lain pihak dia merasa susah menghindari
informasi yang sangat masif dan berlebihan di media sosial, bahkan grup
WhatssApp keluarganya. Gejal-gejala kecemasan yang menyerupai kepanikan
timbul kembali dan sering datang," jelasnya.
Menurut dr Andri,
itu merupakan dampak dari begitu banyaknya informasi yang membuat kita
sulit memilah mana yang benar mana yang salah. Termasuk mana yang
merupakan informasi bikinan yang memang sengaja dibuat untuk kepentingan
tertentu.
Baca juga: Penelitian Buktikan Kecanduan Medsos Ganggu Kesehatan Mental Remaja
"Saya
memang merasa bahwa arus informasi saat ini sangat berlebihan dan
kadang kita sendiri tidak mampu untuk mengatasi derasnya arus informasi
tersebut. Sayangnya semua orang seolah merasa ingin untuk ikutan
menyebarkan berita dan informasi yang belum tentu benar tersebut. Kadang
mungkin hanya karena ingin dikatakan update berita," ujarnya.
Oleh
karena itu, ia mengingatkan agar masyarakat baiknya mengolah informasi
yang disebar melalui internet secara bijak. Caranya, jika mendapatkan
broadcast berita jangan terlalu mudah percaya dan langsung meneruskan,
terutama yang mengandung unsur SARA dan bisa menimbulkan konflik.
"Jika
bermedia sosial di Facebook dan Twitter mungkin tidak selalu harus
memberikan komentar. Jaga diri kita untuk lebih bijak dalam memberikan
komentar dan menjaga jari kita meneruskan berita yang sepertinya malah
bisa menimbulkan konflik di kemudian hari," pesannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar