Sindrom Klinefelter adalah
kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan
kromosom X.
[1] Laki-laki normal memiliki
kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY.
[1] Penderita sindrom klinefelter akan mengalami
infertilitas,
keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa
ginekomastia (perbesaran
kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara), dll.
[1]
Sejarah
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh
Harry Klinefelter dan rekannya di Rumah Sakit
Massachusetts, Boston.
[2] Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki yang memiliki
payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan ketidakmampuan memproduksi
sperma.
[2]
Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang
dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki
sehingga mereka memiliki kromosom XXY.
[2] Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu
kelainan genetik yang ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita
sindrom ini.
[2]
Penyebab
Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya
nondisjungsi meiosis (
meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi
gametogenesis (pembentukan
gamet) pada salah satu orang tua.
[3] Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah (
disjungsi) selama proses
meiosis
terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom tersebut akan diturunkan kepada
sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak. Sebesar
40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi
pada ibu. Sebagian besar penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom
XXY, namun ada pula yang memiliki kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan
XXXYY.
Ciri-ciri
Mental
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual
IQ di bawah rata-rata anak normal.
[4] Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang kikuk, pemalu,
kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level rata-rata (
hipoaktivitas).
[4] Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi
autisme.
[4] Hal ini terjadi karena perkembangan tubuh dan
neuromotor yang
abnormal. Kecenderungan lain yang dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan
kemampuan verbal, serta keterlambatan kemampuan menulis.
[5] Sifat tangan
kidal juga lebih banyak ditemui pada penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal.
[5] Pada pasien dewasa, kemampuan seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.
[4]
Fisik
Kiri: Gejala perbesaran payudara (ginekomastia) salah satu ciri sindrom klinefelter.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan
ciri-ciri seksual yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis
yang kecil dan
aspermatogenesis (kegagalan memproduksi sperma).
[6] Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal
testis dan
sel selitan (
interstital cell) gagal berkembang secara normal.
[6] Sel selitan
adalah sel yang ada di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon
seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini juga mengalami defisiensi
atau kekurangan
hormon androgen, badan tinggi, peningkatan level
gonadotropin, dan
ginekomastia.
[6] Penderita klinefelter akan mengalami
ganguan koordinasi gerak badan, seperti kesulitan mengatur
keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat.
[6] Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki
otot yang kecil, namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan.
[6]
Pencegahan
Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi sebelum-kelahiran (
prenatal detection).
[7]
Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah penderita
klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi
sebelum-kelahiran. Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap
fertil dan memiliki keturunan karena adanya
mosaiksisme
(mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter
sehingga sel normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak.
Semakin cepat dideteksi, penderita klinefelter dapat lebih cepat
ditangani dengan terapi
farmakologi dan
terapi psikologi
sebelum memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus
dilakukan adalah uji kemampuan mendengar dan melihat, dan terapi fisik
untuk mengatasi masalah
motorik dan keterlambatan bicara. Terapi hormon
testosteron
pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan
keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria
penderita klinefelter.
0 komentar:
Posting Komentar