EFEK PEMBEDAHAN DAN PEMBIUSAN PADA METABOLISME
Diabetes mellitus menggambarkan
adanya pengaturan abnormal dan gula darah karena salah satu sebab yaitu adanya
kekurangan insulin retetif atau absolut atau karena resistensi insulin. Kadar
gula darah tergantung dari produksi dan penggunaan gula darah tubuh. Selama
pembedahan atau sakit/stres terjadi respon katabolik dimana terjadi peningkatan
sekresi katekolamin, glukagon, korfisol, tetapi di sana juga terjadi penurunan
sekresi insulin. Jadi pembedahan menyebabkan hiperglikemia, penurunan
penggunaan gula darah, peningkatan glukoneogenesis, katabolisme protein. Respon
tersebut dipacu tidak hanya oleh nyeri tetapi juga oleh sekresi, peptida
seperti interleukin I dan berbagai hormon termasuk growth hormon dan prolaktin.
Efek pembiusan pada respon tersebut sangat bervariasi. Analgesia epidural
tinggi dapat menghambat respon katabolik terhadap pembedahan dengan cara
blokade aferen. dan saraf otonom. Teknik narkotik dosis tinggi (fentanyl 50 m/kg) sebagian
dapat mencegah respon stres, sedangkan anestesia umum mempunyai efek menghambat
yang lebih kecil, meskipun dengan pemberian konsentrasi tinggi (2,1 MAC halotan)1,6,11
FAKTOR RISIKO UNTUK PASIEN BEDAH DIABETES
Suatu penelitian memperlihatkan bahwa pasien diabetes
mempunyai mortalitas dan morbiditas pasca bedah lebih tinggi dibandingkan
pasien normal. Masalah yang dapat muncul adalah infeksi, sepsis dan komplikasi
dari arteriosklerosis. Suatu penelitian menunjukkan 11 % pasien diabetes
mengalami komplikasi miokardiak pada pasca bedah terutama infeksi pneumonia.
Komplikasi jantung terjadi pada 7% dari pasien diabetes, mortalitas pasca bedah
4%, terutama pada pasien yang sebelumnya menderita penyakit jantung. Penelitian
menunjukkan bahwa pembedahan pada pasien diabetes dapat meningkatkan mortalitas
sampai 10 kali, yang disebabkan oleh:
- Sepsis
- Neuropati autonomik
- Komplikasi aterosklerosis (penyakit arteri koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer)
- Ketoasidosis dan koma hiperglikemik hiperosmolar1,7
Pada tipe I terjadi proses autoimun yang dapat
merusak sistem saraf autonom dan meningkatkan neuropati autonomik, dengan
gejala klinik : hipohidrosis; berkurangnya respon denyut jantung terhadap
valsava maneuver (<5 x/mnt) dan hipotensi ortostatik (penurunan tekanan
darah > 30 mmHg pada perubahan posisi tegak berdiri).1,6,7
Pasien dengan neuropati autonomik dapat mengalami hipotensi berat setelah pemberian obat anestesi, adanya peningkatan risiko gastroparesis, aspirasi, episode hipoksia dan retensi urin. Hipotensi dapat terjadi pada 50% pasien diabetes mellitus dengan neuropati autonomik. Insidensi neuropati autonomik bervariasi tergantung dari lamanya mengidap penyakit Pirart mencatat laju sebesar 7% dalam 1 tahun setelah diagnosis dan sebesar 50 % untuk mereka dengan diagnosis yang ditegakkan lebih dari 25 tahun sebelumnya. Burke mendapatkan 1,4 % pasiennya mengalami variasi laju jantung tak normal. Umumnya disfungsi autonomik meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya sakit Ada hubungan antara tes refleks kardiavaskuler yang memburuk dan kontrol gula darah. Beberapa pasien diabetes dengan neuropati autonomik dapat meninggal mendadak. Kemungkinan ini terjadi karena respon abnormal terhadap hipoksia, apnoe tidur atau aritmia jantung namun belum ada penjelasan yang pasti. Pasien dengan neuropati autonomik mengandung risiko tinggi.1,5,6,7
Pasien dengan neuropati autonomik dapat mengalami hipotensi berat setelah pemberian obat anestesi, adanya peningkatan risiko gastroparesis, aspirasi, episode hipoksia dan retensi urin. Hipotensi dapat terjadi pada 50% pasien diabetes mellitus dengan neuropati autonomik. Insidensi neuropati autonomik bervariasi tergantung dari lamanya mengidap penyakit Pirart mencatat laju sebesar 7% dalam 1 tahun setelah diagnosis dan sebesar 50 % untuk mereka dengan diagnosis yang ditegakkan lebih dari 25 tahun sebelumnya. Burke mendapatkan 1,4 % pasiennya mengalami variasi laju jantung tak normal. Umumnya disfungsi autonomik meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya sakit Ada hubungan antara tes refleks kardiavaskuler yang memburuk dan kontrol gula darah. Beberapa pasien diabetes dengan neuropati autonomik dapat meninggal mendadak. Kemungkinan ini terjadi karena respon abnormal terhadap hipoksia, apnoe tidur atau aritmia jantung namun belum ada penjelasan yang pasti. Pasien dengan neuropati autonomik mengandung risiko tinggi.1,5,6,7
Pada diabetes mellitus lanjut sering dijumpai penyakit
ginjal. Kondisi tersebut dengan mikroalbuminuria dan kelainan filtrasi
glomerulus yang dijumpai perubahan pada klirens kreatinin. Dengan kontrol gula
yang ketat pada penderita diabetes dapat melindungi fungsi ginjal. Hipertensi,
meskipun tidak pernah tinggi sekali akan timbul jika glomerular filtration rate
(GFR) berkurang. Jika ada hipertensi berat atau hipertensi timbul tiba-tiba,
harus difikirkan kemungkinan adanya suatu penyakit berupa stenosis arteria
renalis yang aterosklerotik. Aktifitas plasma renin adalah normal atau
berkurang. Hipoaldosteronisme yang hiporeninemik dengan hiperkalemia dan
asidosis metabolik dengan hiperkloremia sedang adalah suatu keadaan biasa pada
nefropati diabetik. Infeksi dan sepsis memainkan peranan penting dalam
meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasca bedah penderita , hal tersebut
dihubungkan dengan adanya fungsi leukosit yang terganggu. Penderita dengan
kontrol gula yang ketat dimana kadar gula dipertahankan di bawah 250 mg/dl
fungsi leukosit akan pulih.5,6,7,8
Hogan melaporkan adanya peningkatan insiden kesulitan
intubasi yang disebabkan oleh "stiff joint syndrome" pada beberapa
penderita . Pada awalnya sindrom ini terjadi pada sendi phalanx proksimal jari
IV dan V, kemudian meluas ke persendian lainnya dari jari dan tangan, sendi
atlantooksipital leher, dan sendi besar lainnya. Ketidak mampuan untuk
mengekstensikan kepala karena imobilitas atlantooksipital dapat menyulitkan
intubasi. Akan tetapi dari suatu penelitian retrospektif terhadap rekaman
anestesi dari 725 pasien yang dilakukan transplantasi ginjal dan atau
transplantasi pankreas (209 diantaranya mengidap diabetes), tidak seorangpun
yang dilaporkan mempunyai tingkat kesulitan laringoskopi sedang sampai berat.
Secara keseluruhan 4,8% penderita diabetes yang mempunyai tingkat kesulitan
intubasi ringan sampai sedang dibandingkan 1,0% pada non penderita diabetes.
Kekakuan sendi ini disebabkan karena adanya jaringan kolagen abnormal
periartikuler yang disebabkan oleh mikroangiopari progresif. Kelainan kolagen
dihubungkan dengan glikosilasi non enzimatik protein. 'Banyak pasien ini
mempunyai tanda "Prayer Sign" yaitu ketidakmampuan mendekatkan
permukaan kedua palmar dan sendi-sendi jari. Insidens " stiff joint
syndrome" dapat mencapai 30 % pada penderita DM tipe I.1,5,6,7,8
PENILAIAN
PRABEDAH
Penilaian prabedah diutamakan pada penilaian fungsi
utama organ jantung, ginjal, dan susunan syaraf pusat, tak kalah penting
dibandingkan penilaian status metabolik pasien. Untuk itu diperlukan penilaian
laboratorium dasar yang mencakup gula darah puasa, elektrolit, ureum,
kreatinin, dan EKG. Komplikasi kardiovaskuler (penyakit arteri koroner, gagal
ginjal kongestif, hipertensi) hendaknya diatasi dahulu karena berkaitan dengan
meningkatnya mortalitas pada pasien diabetes mellitus . Pasien dengan
hipertensi mempunyai insidensi neuropati autonomik hingga 50 %, sedangkan
pasien tanpa hipertensi mempunyai insiden hanya 10%. Karenanya disfungsi
autonomik harus dicari secara rutin pada peralatan pra bedah.1,5,6,7,8,12.
PENGARUH OBAT ANESTESI PADA PENDERITA DM
Seperti telah diketahui beberapa obat anestesi dapat
meningkatkan gula darah, maka pemilihan obat anestesi dianggap sama pentingnya
dengan stabilisasi dan pengawasan status diabetesnya.4
Beberapa obat yang dipakai untuk anestesi dapat
mengakibatkan perubahan di dalam metabolisme karbohidrat, tetapi mekanisme dan
tempat kerjanya belum jelas. Obat-obat induksi dapat mempengaruhi homeostatis
glukosa perioperatif. Etomediat menghambat steroidogenesis adrenal dan sintesis
kortisol melalui aksinya pada 11b-hydroxylase
dan enzim pemecah kolesterol, dan akibatnya akan menurunkan respon
hiperglikemia terhadap pembedahan kira-kira 1 mmol per liter pada pasien non
diabetes. Pengaruh pada pasien diabetes belum terbukti.4.7
Benzodiazepin akan menurunkan sekresi ACTH, dan juga
akan memproduksi kortisol jika digunakan dengan dosis tinggi selama pembedahan.
Obat-obat golongan ini akan menurunkan stimulasi simpatis, tetapi merangsang
sekresi growth hormone dan akan menyebabkan penurunan respon glikemia pada pembedahan.
Efek-efek ini minimal jika midazolam diberikan pada dosis sedatif, tetapi dapat
bermakna jika obat diberikan secara kontinyu melalui infus intravena pada
pasien di ICU.7
Teknik anestesia dengan opiat dosis
tinggi tidak hanya memberikan keseimbangan hemodinamik, tetapi juga
keseimbangan hormonal dan metabolik. Teknik ini secara efektil menghambat
seluruh sistem saraf impatis dan sumbu hipotalamik-pituitari, kemungkinan
melalui efek langsung pada hipotalamus dan pucat yang lebih tinggi. Peniadaan
respon hormonal katabolik terhadap pembedahan akan meniadakan hiperglikemia
yang terjadi pada pasien normal dan mungkin bermanfaat pada pasien diabetes.6,7
Ether dapat meningkatkan kadar gula
darah, menoegah efek insulin untuk transport glukosa menyeberang membran sel
dan secara tak langsung melalui peningkatan aktifitas simpatis sehingga
meningkatkan glikogenolisis di hati. Menurut Greene penggunaan halotan pada
pasien cukup memuaskan karena kurang
pengaruhnya terhadap peningkatan
hormon ;
pertumbuhan, peningkatan kadar gula atau penurunan kadar insulin. Penelitian invitro halotan dapat menghambat pelepasan insulin dalam merespon hiperglikemia, tetapi tidak sama |pengaruhnya terhadap level insulin selama anestesi. Sedangkan enfluran dan isofluran tak nyata pengaruhnya terhadap kadar gula darah.4,6,7
pertumbuhan, peningkatan kadar gula atau penurunan kadar insulin. Penelitian invitro halotan dapat menghambat pelepasan insulin dalam merespon hiperglikemia, tetapi tidak sama |pengaruhnya terhadap level insulin selama anestesi. Sedangkan enfluran dan isofluran tak nyata pengaruhnya terhadap kadar gula darah.4,6,7
Pengaruh propofol pada secresi
insulin tidak diketahui. Pasien-pasien diabetik menunjukkan penurunan kemampuan
untuk membersihkan lipid dari sirkulasi. Meskipun hal W tidak relevan selama
anestesia singkat jika propofol digunakan untuk pemeliharaan atau hanya sebagai
obat induksi. Keadaan ini dapat terlihat pada pasien-pasien yang mendapat
propofol untuk sedasi jangka panjang di ICU. Obat-obat anestesi intra vena yang
biasa diberikan mempunyai efek yang tidak berarti terhadap kadar gula darah
kecuali ketamin yang menunjukkan peningkatan kadar gula akibat efek
simpatomimetiknya.7
Penggunaan anestesi lokal baik yang dilakukan
dengan teknik epidural atau subarakhnoid tak berefek pada metabolisme karbohidrat.
Untuk prosedur pembedahan pada pasien yang menderita insufisiensi vaskuler pada
ekstremitas bawah sebagai suatu komplikasi penderita, teknik subarakhnoid atau
epidural lebih memuaskan dan tanpa menimbulkan kcmplikasi. Epidural anestesia
lebih efektif dibandingkan dengan anestesia umum dalam mempertahankan perubahan
kadar gula, growth hormon dan kortisol yang disebabkan tindakan operasi.4,7
TEKNIK
ANESTESIA PADA PENDERITA DM
Teknik anestesia, terutama dengan penggunaan spinal,
epidural, spiangnik dan blokade regional yang lain, dapat mengatur sekresi
hormon katabolik dan sekresi insulin residual, Peningkatan sirkulasi glukosa
perioperatif, konsentrasi epinefrin dan kortisol yang dijumpai pada pasien non
diabetik yang timbul akibat stres pembedahan dengan anestesia umum dihambat
oleh anestesia epidural. Infus phentolamine perioperatif, suatu penghambat
kompetitif reseptor a-adrenergik,
menurunkan respon gula darah terhadap pembedahan dengan menghilangkan penekanan
sekresi insulin secara parstal.7
Tidak ada bukti bahwa anestesia
regional sendiri, atau kombinasi dengan anestesia umum memberikan banyak
keuntungan pada pasien diabetes yang dilakukan pembedahan dalam hal mortalitas
dan komplikasi mayor. Anestesia regional dapat memberikan risiko yang lebih
besar pada pasien diabetes dengan neuropati autonomik. Hipotensi yang dalam
dapat terjadi dengan akibat gangguan pada pasien dengan penyakit arteri
koronaria, serebrovaskular dan retinovaskular. Risiko infeksi dan gangguan
vaskular dapat meningkat dengan penggunaan teknik regsonal pada pasien
diabetes. Abses epidural lebih sering terjadi pada anestesia spinal dan
epidural. Sebaliknya, neuropati perifer diabetik yang timbul setelah anestesia
epidural dapat dlkacaukan dengan komplikasi anestesia dan blok regional.
Kombinasi anestesi lokal dengan epinefrin dapat menyebabkan risiko yang lebih
besar terjadinya cedera saraf iskemik dan atau edema pada penderita diabetes
mellitus.5,6,7
0 komentar:
Posting Komentar