Jangan main keluar malam-malam, nanti diculik hantu'. Kalimat itu kerap
jadi 'jurus' orang tua saat melarang anak bermain di malam hari. Saat
ini dilakukan, apa dampaknya pada anak?
Menanggapi hal ini,
psikolog anak dan keluarga dari Tiga Generasi Anna Surti Ariani MPsi.,
Psikolog atau akrab disapa Nina tak menampik jika melarang anak dengan
trik seperti itu sudah akrab terjadi di sekitar. Namun, menurut Nina hal
seperti itu secara tak disadari adalah bentuk menakut-nakuti,
mengancam, bahkan membohongi anak.
"Kalau itu dilakukan, efeknya
adalah mengurangi rasa percaya anak pada orang tuanya. Jadi sebenarnya
kalau orangtua mau melakukan itu, dia mesti menyadari kalau setelah si
anak tahu yang sebenarnya, bakal berkurang nih rasa percayanya pada
saya," tutur Nina dalam perbincangan dengan detikHealth baru-baru ini.
Sehingga,
jika Ayah dan Ibu tetap mau dipercaya oleh anak, Nina menyarankan untuk
tidak melarang anak dengan membohongi, menakuti, atau mengancam.
Sebaiknya, katakan saja apa yang akan terjadi kalau dia melakukan hal
itu. Pastinya, katakan dengan sesuatu yang lebih jelas.
Misalnya
saja, Ibu bisa berkata pada anak jika dia main di luar rumah setelah
hari gelap, maka si ibu tidak bisa mencarinya. Lalu, katakan 'ibu akan
kebingungan saat memanggil-manggil kamu. Nak, nak, kamu di mana ya.'
"Itu
kan bahasa yang mudah dimengerti anak. Tapi dia tahu oh ibunya nyariin
dia. Jadi daripada main di luar mending main di rumah, bisa main di
suasana yang terang atau bisa main bayang-bayang di luar rumah tapi
bareng sama ibu. Jadi jangan dibilang kalau main di luar ada wewe gombel
misalnya," tambah Nina.
Selain itu, alasan lebih jelas lainnya
yang bisa diberi tahu ke anak yaitu jika dia main di luar, ibu khawatir
anak akan diculik. Sebab, ada orang-orang jahat yang mau bermain dengan
anak kamu tapi sebetulnya dia tidak mengenal si anak.
"Bilang aja
'kalau kamu diculik kita nggak bisa ketemu lagi. Emang kamu senang
kalau nggak bisa lagi ketemu sama ibu?'. Itu jadi kalimat yang mudah
dipahami anak. Jadi kasih alasan yang jelas. Kalau begitu kan anak
jadinya main di rumah, karena dia tetap ingin ketemu dengan orang
tuanya," kata wanita yang juga praktik di Klinik Psikologi Terapan UI
ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar