Selain mandi, pijat juga disarankan pakar untuk
memberikan stimulasi kepada bayi. Tetapi yang terpenting, ini harus
dilakukan oleh orang tuanya sendiri.
Dr dr Irwanto, SpA(K) dari
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr Soetomo mengaku
prihatin dengan banyaknya orang tua yang malah memakai jasa spa untuk
memberikan stimulasi ini.
"Stimulasinya juga bersifat
multisensori. Kita kontak dengan orang tuanya, kemudian penciuman dan
bonding satu sama lain. Yang pasti memperkaya pengalaman sensori si bayi
lewat orang tuanya," katanya dalam Seminar Golden Period Development:
Menggendong Bayi dengan Standar Ahli di RS Penyakit Tropis dan Infeksi
Universitas Airlangga, Sabtu (13/5/2017).
Padahal daripada di
spa, memijat bayi sendiri di rumah jelas lebih hemat dan tidak
membutuhkan bahan khusus, sebab yang paling dibutuhkan hanyalah
sentuhan.
"Sentuhan tapi ada aturannya, misal dielus-elus dulu.
Nanti bisa belajar dari tenaga kesehatan di rumah sakit misalkan,
kemudian dilakukan sendiri setiap sebelum, habis mandi atau mau tidur,"
terangnya.
Durasinya pun tak perlu lama-lama, hanya berkisar
10-15 menit. dr Irwanto juga menyarankan agar pijat paling baik
dilakukan rutin setiap hari, utamanya di 6-7 bulan pertama kehidupannya.
Untuk
menambah kenyamanan bayi, dokter berkacamata ini juga tidak sepakat
bila bayi dipakaikan bedak karena justru bisa terhirup oleh bayi dan
mengganggu pernapasannya. Lebih baik bayi diberi lotion atau minyak
kelapa saja saat dipijat.
Yang
menarik adalah selain membuat bayi tidak mudah stres, kebiasaan memijat
bayi juga dapat meredakan kolik yang kerap dialaminya. Bahkan dr
Irwanto menegaskan, hingga saat ini ia tak pernah menemukan 'obat' lain
untuk meredakan kolik bayi selain pijat.
Sama halnya ketika gigi
anak tumbuh. Menurutnya, ketika hal ini terjadi, orang tua tak perlu
panik dan membawa si kecil ke dokter.
"Tujuh puluh persen tumbuh
gigi itu akan panas. Tapi kalau dipijat ini kan pembuluh darahnya
melebar sehingga panasnya menurun. Nah kalau masih, baru ditambahi obat
penurun panas, itu udah cukup," paparnya.
dr Irwanto menambahkan,
saat bermain juga bisa menjadi ajang untuk memberikan stimulasi
multisensori, termasuk saat anak berada di PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini). Namun ia menyayangkan PAUD dewasa ini di mana anak dituntut untuk
memiliki kemampuan dasar seperti berhitung atau membaca, padahal
sebetulnya fungsinya adalah untuk bermain.
Sama halnya ketika
orang tua ingin anak belajar dua bahasa. Idealnya, anak baru bisa
diajari dua bahasa saat usianya menginjak empat tahun sebab kemampuan
otaknya sudah 'full' alias 100 persen.
"Di bawah usia itu, misal 2
tahun, normalnya anak hanya butuh bisa 5-6 kata saja. Kalau bisa
ngomong lebih banyak, berarti anak itu memang advanced, itu artinya di
luar normal. Padahal kemampuan anak beda-beda. Nggak boleh
dibandingkan," jelasnya.
Saat mengajari anak dua bahasa, pastikan anak memang bisa. Jika anak tidak bisa, orang tua tak boleh memaksa atau menyalahkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar