Orang tua terkadang bingung memberikan stimulasi pada bayinya yang
terlahir dalam keadaan prematur. Apakah mereka harus menggunakan metode
yang sama dengan bayi yang tidak prematur atau seperti apa?
Menurut
Dr dr Irwanto, SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga-RSUD Dr Soetomo, stimulasi yang diberikan pada bayi prematur
tak jauh berbeda dengan bayi yang lahir tepat waktu.
"Cuma kita
harus lebih hati-hati karena lebih sensitif kulitnya," pesannya saat
berbicara dalam Seminar Golden Period Development: Menggendong Bayi
dengan Standar Ahli di RS Penyakit Tropis dan Infeksi Universitas
Airlangga baru-baru ini.
Ia menambahkan, stimulasi terbaik yang
bisa diberikan kepada bayi prematur adalah metode kanguru, sebab dengan
metode ini, orang tua dapat menjaga kehangatan si bayi mengingat suhu
tubuh mereka belum stabil serta belum bisa beradaptasi dengan suhu di
luar ruangan.
Selain itu, untuk menentukan stimulasinya, orang
tua dibantu tenaga kesehatan harus mengetahui sejauh mana kemampuan
fisik si bayi berdasarkan usianya. Tapi biasanya banyak di antara tenaga
kesehatan sendiri keliru menilai usianya.
"Misalnya bayi lahir
prematur 7 bulan. Dia lahir bulan Januari, sekarang bulan Mei, jadi
untuk menentukan usianya kita hitung dari Januari sampai Mei itu 4 bulan
kemudian dikurangi 2 bulan atau kekurangan lahirnya, sehingga usianya
berkisar 2 bulan," papar dr Irwanto.
Bila sudah diketahui usia
pastinya, ini akan memudahkan tenaga kesehatan menilai kemampuan dasar
si bayi. "Kalau anaknya belum bisa mengangkat kepalanya di usia 2 bulan
itu, berarti masih dianggap normal. Karena rata-rata bayi baru bisa
mengangkat kepalanya itu usia 3 bulan," jelasnya.
Bahkan jika
stimulasinya diberikan dengan baik, tidak menutup kemungkinan jika bayi
prematur sudah bisa mengangkat kepalanya sebelum waktunya, semisal di
usia 1 bulan.
Lantas
bagaimana dengan bayi yang memiliki kelainan genetik seperti down
syndrome? dr Irwanto menegaskan, bayi down syndrome harus diberikan
penanganan khusus. Sayangnya di Indonesia masih jarang ada tempat khusus
untuk memberikan terapi bagi bayi dengan kelainan seperti ini.
"Padahal untuk anak-anak berkebutuhan khusus itu stimulasinya harus 2-3 kali dalam seminggu," tandasnya.
Meski
demikian, stimulasi masih bisa diberikan oleh orang tua sendiri atau
mencari rumah sakit yang bisa memberikan terapi. Dari pengalaman dr
Irwanto sendiri, ia justru tidak pernah menyarankan pasiennya dan orang
tua mereka untuk sering-sering menemuinya mengingat faktor jarak dan
biaya yang harus dikeluarkan.
"Misalnya yang dari Kalimantan,
saya suruh cari tempat terapinya di Kalimantan Timur yang dekat. Nanti
ketemu saya 6 bulan sekali saja," katanya.
Yang terpenting anak diberi terapi dan ini dilakukan secara kontinyu alias tanpa putus.stimj
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar