Risiko depresi tidak hanya muncul akibat trauma atau rasa sedih
berkepanjangan. Studi terbaru dari Australia menyebut depresi juga
mengintai orang-orang yang memiliki gangguan tidur seperti sleep apnea
dan insomnia.
dr Carol Lang dari Basil Hetzel Institute,
University of Adelaide Queen Elizabeth Hospital Campus, melakukan
penelitian kepada 700 partisipan pria. 323 Partisipan memiliki gangguan
tidur sleep apnea, yang ditandai dengan ngorok hebat saat tidur, 37
mengidap insomnia, dan 47 lainnya memiliki dua gangguan tersebut.
Hasil
penelitian menyebut hanya 8 persen dari pengidap sleep apnea yang
mengalami depresi. Sementara pasien insomnia yang mengalami depresi
sedikit lebih tinggi, yakni 22 persen.
Namun
pada pria yang memiliki sleep apnea dan insomnia sekaligus, persentasi
pengidap depresinya cukup tinggi, 43 persen. Peneliti menduga hal ini
ada kaitannya dengan kurangnya jam tidur sekaligus buruknya kualitas
tidur yang dapat menyebabkan masalah pada kesehatan jiwa.
"Sleep
apnea dan insomnia merupakan dua jenis gangguan tidur yang paling banyak
ditemui di masyarakat. Hasil penelitian menyebut memiliki dua gangguan
ini sangat menurunkan kesehatan fisik dan jiwa seseorang," papar Lang,
dikutip dari Reuters.
Sleep
apnea merupakan gangguan tidur yang membuat pasiennya kesulitan
bernapas karena saluran pernapasan yang menyempit atau terganggu,
sehingga menimbulkan suara ngorok yang sangat terasa. Pasien sleep apnea
bisa tidur lebih nyenyak jika menggunakan alat continous positive
airway pressure (CPAP) yang dijual di pasaran.
Sementara insomnia
adalah gangguan tidur yang membuat pasiennya kesulitan untuk tidur di
malam hari, mudah terbangun saat tidur, atau tak bisa tidur dalam waktu
lama. Hal ini membuat pengidapnya kurang istirahat dan sering merasa
lemas di siang hari.
"Jika mengalami gangguan tidur, sebaiknya
segera periksakan ke dokter atau klinik spesialis tidur agar tidak
merusak kesehatan jiwa Anda," tutupnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar