Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika memeriksa
pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single photon emission computed tomography). 1
Delirium. Delirium dibedakan dari demensia, yaitu
pada delirium onset penyakit yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi
gangguan kognitif lamanya berhari-hari hingga berminggu-minggu,
eksaserbasi nokturnal dari gejala, gangguan jelas pada siklus bangun
tidur, gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol, serta atensi dan
kesadaran amat terganggu. 1,4
Depresi. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi
kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang
menonjol, mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan
pasien demensia, dan seringkali mempunyai riwayat episode depresif di
masa lalu, osetnya cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal. 1,4
Gangguan buatan. Orang yang berusaha menstimulasi
kehilangan ingatan, seperti pada gangguan buatan, melakukan hal tersebut
dalam cara yang aneh dan tidak konsisten. Pada demensia yang
sesungguhnya, ingatan akan tempat dan waktu hilang sebelum ingatan
terhadap orang, dan ingatan yang belum lama hilang sebelum ingatan yang
lama. 1
Skizofrenia. Walaupun skizofrenia mungkin disertai
dengan suatu derajat gangguan intelektual didapat, gejalanya jauh kurang
berat dibanding gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan
pikiran yang ditemukan pada demensia. 1
Penuaan mormal. Mudah lupa
sebenarnya fenomena biasa pada orang tua. Sejalan dengan pertambahan
usia, otak akan kehilangan puluhan ribu selnya dan beratnya pun
berkurang. Penciutan permukaan otak (korteks) akan terjadi di bagian
temporal (pelipis) dan frontalis (depan) yang berfungsi sebagai pusat
daya ingat. Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti gangguan
fungsi faal otak terutama daya ingat. Sehingga orang tua mengalami
gejala mudah lupa (forgetfulness). 1,2
Mudah lupa dianggap wajar jika yang bersangkutan masih bisa mengingat
lagi nama benda atau orang jika dibantu dengan menyebut suku kata
depannya, bisa mengenali jika disebutkan deretan nama atau dijabarkan
bentuk dan fungsinya. Atau sekali waktu lupa, lain kali ingat lagi serta
masih bisa hidup mandiri secara normal dan tidak mengganggu kehidupan
sosial atau pekerjaan pasien. 1,2
7. PROGNOSIS
Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena
sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat
berkembang dengan lambat untuk suatu waktu atau bahkan membaik sesaat.
Regresi gejala tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia
yang reversibel (misalnya demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme,
hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) jika pengobatan dimulai. 1
Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap (sering pada
demensia tipe Alzheimer) sampai pemburukan demensia yang bertambah
(sering pada demensia vaskular) sampai suatu demensia yang stabil
(misalnya pada demensia yang berhubungan dengan trauma kepala). 1
8. TERAPI
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati bila pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan
fisik, dan tes laboratorium termasuk pencitraan otak yang tepat harus
dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita
akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan
untuk mengobati gangguan dasar. 1
Pendekatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan
keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk
gejala perilaku yang mengganggu. 1
Pengobatan simtomatik termasuk: pemeliharaan diet gizi, latihan yang
tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual
dan auditoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti
infeksi lauran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal.
Perhatian khusus harus diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga
yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka
merawat pasien selama periode waktu yang lama. 1
Pengobatan farmakologis yang tersedia saat ini. Beberapa ahli klinis
menganjurkan penggunaan benzodiazepin yang berdayakerja pendek untuk
mengatasi insomnia dan ansietas pada lansia, tetapi resiko terhadap
fungsi kognitif dan ketergantungan harus dipertimbangkan. Penggunaan
benzodiazepin yang berkonjugasi (oksazepam [Serax] 7,5 – 15 mg/hari per
oral, lorazepam [Ativan] 0,5 – 1 mg/hari per oral, temazepam [Resoril]
7,5 – 15 mg/hari per oral) dianjurkan karena waktu eleminasi tengah dari
semua zat itu tidak meningkat pada lansia oleh sebab fungsi hati yang
terganggu.1,4,5
Anti depresan (seperti litium, amitriptylin, dan trazodon) dan anti
konvulsan dapat digunakan juga, tetapi harus dimulai dengan dosis
rendah, dinaikan lambat laun, dan dipantau dengan pemeriksaan darah yang
sering. Penghambatan oksidase monoamin (MAOI) seperti moclobemide
(Aurorix) 300 – 600 mg/hari dapat berguna pada depresi yang berhubungan
dengan demensia.4,5
Antipsikoti seperti klorpromazine (Largaktil 10 – 600 mg/hari),
haloperidol (Serenace 5 – 15 mg/hari), atau clozapine (Clozaril 25 – 100
mg/hari) dapat diberikan pada pasien dengan waham dan halusinasi. 1,5
Antihistaminika dapat digunakan juga dalam dosis rendah untuk
ansietas atau imsonia, tetapi dapat menyebabkan efek samping
antikolinergik yang justru para lansia amat rentan terhadap masalah ini.4
Dari segi psikoterapi dan edukasional, pasien sering kali mendapatkan
manfaat karena perjalanan penyakitnya diterangkan secara jelas kepada
mereka. Mereka juga mendapatkan manfaat dari bantuan dalam kesedihan dan
dalam menerima beratnya ketidakmampuan mereka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar