Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah
lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek.
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Sarwono, 2009)
2.2. Faktor Penyebab Terjadinya Atonia Uteri
Beberapa faktor
Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
a. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
• Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
• Kehamilan gemelli
• Janin besar (makrosomia)
b. Kala satu atau kala 2 memanjang
c. Persalinan cepat (partus presipitatus)
d. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e. Infeksi intrapartum
f. Multiparitas tinggi
g. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau eklamsia.
h. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
i. Malnutrisi
j. Kesalahan penanganan dalam usaha melahirkan plasenta
k. Ibu dengan keadaan umum jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun
l. Ada riwayat pernah atonia uetri sebelumnya
m. Kehamilan grande-multipara
n. Kelainan uterus
o. Riwayat peradarahan pasca persalinan atau riwayat plasenta manual
p. Tindakan opertaif dengan anstesi umum yang terlau dalam
q. Partus lama
r. Hipertensi dalam kehamilan
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
2.3 Manifestasi Klinis
1. Uterus tidak berkontraksi atau lemahny kontraksi uterus dan lembek
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
2.4 Tanda dan gejala atonia uteri
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan
disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis,
maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah
keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
2.6 Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala
III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan
juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen
aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin
sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia
uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin
setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV
bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog
sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.
Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.
Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
2.7 Langkah-langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri
Banyaknya
darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat
hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada
keadaaan klinisnya.
NO Langkah penatalaksanaan Alasan
1 Masase fundus uteri
segera setelah lahirnya plasenta(maksimal 15 detik) Masase
merangsang kontraksi uterus. Saat dimasase dapat dilakukan penilaia
kontraksi uterus
2 Bersihkan bekuan darah adan selaput ketuban dari vaginadan lubang servik
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.
3 Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat dipalpasi,
lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptik Kandung kemih yang
penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit Kompresi
bimanual internal memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah
dinding uterusdan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal
(KBE) Keluarga dapat meneruskan kompresi bimanual eksternal selama
penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau
misopostrol 600-1000 mcg Ergometrin dan misopostrol akan bekerja
dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
8 Pasang infus
menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin Jarum besar
memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau tranfusi darah. RL
akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama
perdarahan.oksitosin IV akan cepat merangsang kontraksi uterus.
9
Ulangi kompresi bimanual internal KBI yang dilakukan bersama dengan
ergometrin dan oksitosin atau misopostrol akan membuat uterus
berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak
berkontaksiselama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu
membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan
bedah dan tranfusi darah
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Teruskan melakukan KBI Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang uterus
berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc
larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga menghabiskan 1,5 I infus.
Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup,
berikan 500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum
untuk rehidrasi RL dapat membantu memulihkan volume cairan yang
hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk
berkontraksi.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini
(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan
mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah
yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
2.8 Manajemen Atonia Uteri ( Penatalaksanaan)
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring
tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi
oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual
akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan
perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max
15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus
berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum
/ vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
3. Jika uterus tidak berkontraksi maka
Bersihkanlah bekuan
darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual internal
(KBI) selama 5 menit.
• Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
• Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk
mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan
perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan
berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat
mungkin; Ulangi KBI
• Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
• Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
4. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik
yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan
kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur
kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis
tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU
perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit
ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi
cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan
ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit
pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5
menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada
miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini
dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga
menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada
pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan
sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara
intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang
dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian
secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5
tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang
efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti:
nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang
disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi
sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat,
dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan
dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten
yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan
pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu
dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan
masif yang terjadi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri
uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini
dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi
batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3
cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan
jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri
dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa
uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa
uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium,
untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua
dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,
ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian
besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri
uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung
perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
6. Ligasi Arteri Iliaka Interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang,
untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik
ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio
iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan
dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas
berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi
denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan
sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka
yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter
harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace
suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan
operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia
uteri.
7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan
yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang
jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000
kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.
8. Kompresi bimanual atonia uteri
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik :
1. Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
2. Eksplorasi dengan tangan kiri
3. Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
4. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas
5. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar, itu
tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen
sehingga menyempitkan lumennya. Kompresi uterus bimanual dapat ditangani
tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik
mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara
sempurna.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak
perdarahan pospartum dini (50%). Atonia Uteri disebut juga sebagai suatu
kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi
maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali. (April, 2007).
Perdarahan Post Partum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta
lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia
Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang
terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bay
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar