Apakah tidak apa-apa jika saya menyetir, melakukan tugas rumah
sehari-hari, atau mengangkat barang berat?” Pasien sakit jantung sering
menanyakan hal tersebut pada dokter mereka, ketakutan bila melakukan
usaha yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah lainnnya (Erdman,
1990). Tingkat ketidakmampuan pasien mungkin akan mempengaruhi seberapa
baik mereka dan keluarga mereka menyesuaikan diri pada kondisi mereka.
Mampu bekerja memiliki makna yang spesial bagi individu yang
menderita masalah kesehatan yang kronis, dan korban penyakit jantung
sering memandang kembali bekerja sebagai bagian penting dalam proses
kesembuhan mereka (Croog, 1983). Saran mengenai kembali bekerja
bergantung pada seberapa berat kondisi jantung dan tuntutan fisik dari
pekerjaan (Rey, 1999). Dulu, individu disarankan menunggu paling sedikit
60 hari sebelum kembali bekerja lagi, tetapi pekerjaan dalam negara
industri kurang menuntut pekerjaan fisik sekarang. Kebanyakan pasien
penyakit jantung dapat lanjut bekerja dalam beberapa minggu tanpa
timbulnya resiko episode cardiac yang lain (Dennis et al.,
1988). Dokter sering menyarankan orang yang berpenyakit jantung untuk
mengurangi usaha fisik dan stress yang mereka alami dari pekerjaan.
Sedangkan saran berikutnya yaitu untuk mencari pekerjaan yang baru, yang
mana hal ini munbgkin sulit untuk dilakukan, khususnya untuk orang yang
berusia diatas 50 tahun atau lebih. Jika kondisi jantung mereka
memerlukan pembatasan aktivitas pada pekerjaan yanbg mereka lakukan,
mereka mungkin akan mengalami masalah interpersonal dengan rekan
sekerja. Pasien yang mendekati usia pensiun mungkin tidak sulit
meninggalkan pekerjaan mereka jika mereka dapat. Meskipun demikian,
kebanyakan pasien penderita penyakit jantung-sekitar 80%-kembali bekerja
ditahun yang sama dimana mereka menderita penyakit jantung, seringnya
dengan produktivitas pekerjaan yang kurabng dan jam kerja yang pendek
dari sebelumnya (Doehrman, 1977; Shanfield, 1990). Dibandingkan individu
yang tidak kembali bekerja, mereka cenderung menjadi lebih muda, dan
memiliki kondisi fisik yang lebih baik, didikan yanbg lebih baik, dan
bekerja dalam jabatan white-collar. Penundaan atau gagal kembali bekerja sering dihubungkan dengan kesulitan emosional jangka panjang.
Hubungan keluarga dan penderita penyakit jantung saling bersangkut
paut: dimana pasien penderita penyakit jantung dengan dukungan sosial
yang kuat dapat sembuh lebih cepat dan umur yang lebih panjang daripada
yang tidak mendapatkan dukungan sosial (Berkman, 1995; Will & Fegan,
2001). Banyak pasien penderita penyakit jantung, mengalami kesulitan
dalam keluarga-seperti perselisihan akibat keuangan atau masalah
seksual-yang mana kesulitan tersebut seringnya menjadi lebih buruk
(Croog & Fitzgerald, 1978; Swan, Carmelli & Rosenman, 1986).
Penyakit mungkin membuat keadaan tersebut lebih buruk. Serta siklus
“rasa bersalah dan saling menyalahkan” mungkin berkembang (Croog, 1983).
Contohnya, seorang suami yang menderita myocardial infarction
mungkin menyalahkan istri dan anak-anaknya mengenai kondisinya dan
mungkin mereka setuju dan merasa bersalah. Tetapi ketika hubungan
harmonis muncul sebelum serangan penyakit, maka penyakit akan menambah
stress pada semua anggota keluarga. Satu kesulitan dalam pernikahan
mungkin timbul setelah penyakit jantung mempengaruhi aktivitas seksual,
yang mana seringnya tidak pernah dapat kembali ke tingkat sebelum attack (Krantz & Deckel, 1983; Michela, 1987). Baik salah satu atau kedua pasangan mungkin takut melakukan seks dapat menimbulkan attack
lain, meskipun sebenarnya resiko tersebut sangat rendah, khususnya jika
pasien menggerakkan badan secara teratur (Muller et al., 1996).
Kepuasan pernikahan pada kedua partner umumnya pada awalnya memiliki
seks yang sedikit atau tidak sama sekali dan kemudian secara
berangsur-angsur meningkat, melalui saran dokter si pasien (Michela,
1987).
Keluarga memiliki dampak yang sangat besar pada proses rehalibitasi
penderita jantung: mengurus pasien agar merasa lebih baik, mengikuti
cara hidup mereka, kesembuhan pasien dapat lebih cepat jika mereka
berusaha memberikan dorongan semangat (Kaplan & Toshima, 1990;
Krantz & Deckel, 1983). Tetapi timbul bahaya jika keluarga akan
menaikkan cardiac vandalism, dimana penderita penyakit jantung
menjadi terus bergantung dan putus asa. Kenyakinan suami/istri mengenai
kemampuan fisikal pasien dapat membantu atau justru memperlambat
rehabilitasi. Dua temuan penelitian mengenai pentingnya kenyakinan,
yaitu pertama, anggota keluarga meningkatkan estimasi mereka pada
kemampuan fisikal pasien penderita penyakit jantung setelah melihat dan
mengalami secara pribadi kekuatan fisik pasien dapat benar-benar
melakukannya, seperti olahraga treadmill (Taylor et al., cited Bandura,
1986). Anggota keluarga ini mungkin memberikan dorongan pada penderita
penyakit jantung untuk lebih aktif. Anggota keluarga yang anggota
keluarga yang tidak memiliki pengalaman ini terus memiliki perkiraan
rendah kemampuan pasien, bahkan setelah menerima konseling medis yang
berlawanan. Kedua, kebanyakan kenyakinan positif pasien dan pasangannya
mirip mengenai penyakit jantung, seperti timeline dan
konsekuensinya, fungsi fisik dan psikososial pasien menjadi lebih baik
beberapa bulankemudian (Figueiras & Weinman, 2003).
Apakah konsekuensi emosional jangka panjang pada penderita penyakit
jantung? Selama minggu atau bulan pertama memiliki penyakit jantung,
kebanyakan pasien memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih
tinggi dari normalnya, tetapi distress mereka cenderung menolak selama
satu atau dua tahun kemudian (Carney et al., 1995; Doehrman, 1977).
Sebagian besar dapat menyesuaikan diri dengan cepat, khususnya jika
mereka memiliki tingkat dukungan sosial yang tinggi (Holahan et al.,
1997). Tetapi jika level kecemasan dan depresi sangat tinggi yang
melewati beberapa bulan, emosi tersebut dapat menjadi bagian adaptasi
yang buruk dan cenderung dihubungkan dengan penurunan pemenuhan cara
hidup penderita penyakit jantung dan kemunduran kondisi fisiknya. Pasien
dengan depresi dan kecemasan yang berat dalam minggu setelah serangan
jantung banyak lebih mungkin menderita masalah jantung setelah itu,
seperti arrhythmias atau meninggal pada tahun berikutnya
daripada penderita yang distress lebih sedikit (Carney et al., 1988;
Frasure-Smith et al., 1999; Moser & Dracup, 1996). Dengan cara yang
sama, pasien yang, setelah menjalani angioplasty yang berhasil,
perasaan optimis mengenai masa depan dan memiliki sebuah kesadaran
kontrol pribadi dan self-esteem kemungkinan besar kurang dari orang lain
yang menderita serangan jantung atau pembedahan atau angioplasty lain dalam beberapa bulan selanjutnya (Helgeson & Fritz, 1999).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar