Terkadang hidup memang berat. Misalnya dialami oleh anak yang kedua
orang tuanya sering cekcok dan kemudian salah satunya memutuskan bunuh
diri.
Apalagi jika kematian orang tuanya yang tragis, misalnya
karena menggantung diri, kemudian dilihat oleh si anak. Ini seperti yang
dialami anak dari Indra, pria yang nekat bunuh diri secara live di
Facebook. Dilaporkan detiknews, jasad Indra dilaporkan baru ditemukan
empat jam setelah siaran bunuh dirinya tersiar di Facebook.
Indra
diduga melakukan tindakan bunuh diri ini pada pukul 10.00 WIB. "Pada
sekitar jam 13.30 WIB, anak korban menemui ketua RT mengajak ke rumah
korban. Namun sesampainya di dalam rumah korban, saksi melihat korban
sudah dalam posisi tergantung," ujar Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP
Budi Hermanto dalam keterangannya, Jumat (17/3/2017).
Hal ini
ikut disayangkan dr Andri, SpKJ, FAPM dari RS Omni Alam Sutra. Anak yang
menyaksikan sang ayah tewas secara tragis seperti ini berpotensi
mengalami trauma. Apalagi jika benar ibu dari anak itu pergi
meninggalkan keluarganya.
"Kalau sampai anak tidak mendapatkan
pendampingan, tidak didukung, dia bisa beranggapan tidak punya
siapa-siapa lagi dan tidak diperhatikan," katanya kepada detikHealth saat dihubungi, Sabtu (18/3/2017).
Yang
paling dikhawatirkan, ini kemudian akan memicu gejala depresi pada si
anak. "Nanti ketika dewasa bisa muncul ketidakpercayaan terhadap
perkawinan atau interaksi antarmanusia karena orang yang melahirkan atau
seharusnya merawatnya malah meninggalkannya," jelas dr Andri.
Mengingat
anak telah kehilangan dua sosok terpenting dalam hidupnya, untuk itu
diperlukan dukungan yang tak hanya menyeluruh tetapi juga kuat dari
keluarga besarnya. dr Andri juga mendorong agar anak tersebut
mendapatkan bantuan dari psikolog atau psikiater anak.
Jangankan
melihat secara langsung, anak juga tidak dianjurkan untuk melihat
tayangan bertema kekerasan seperti bunuh diri seperti ini, walaupun
hanya lewat media massa karena juga dapat memicu trauma.
Menurut
psikolog anak dari TigaGenerasi, Saskhya Aulia Prima, MPsi, beberapa
waktu lalu, trauma yang dialami anak dari tayangan televisi maupun media
sosial disebut dengan 'secondary trauma', di mana seseorang seakan-akan
merasakan kejadian yang sebenarnya, meski hanya dilihat atau didengar
saja.
Selain memberikan pendampingan, orang tua juga harus
bersikap protektif, baik dalam memilih tayangan televisi maupun memantau
penggunaan media sosial pada anak karena realitanya memang sulit
mengontrol media sosial ataupun orang yang mengunggah gambar tersebut.
"Kita
mesti hati-hati ketika meminjamkan gadget kita, karena anak itu punya
keinginan tinggi. Kita bisa selektif atau hapus dulu histori di gadget,"
timpal Ratih Zulhaqqi, psikolog anak dan remaja kepada detikHealth.
Lantas
bagaimana jika anak telanjur melihat foto-foto 'mengerikan' tersebut?
"Tergantung orang dewasa merespons. Sudah kadung dilihat, responsnya
biasa saja, nggak usah dibesar-besarkan, itu kondisi yang tidak perlu
didramatisir dan diceritakan secara detail," ucap wanita yang juga
berpraktik di RaQQi - Human Development & Learning Centre, Jakarta
ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar