Risiko bunuh diri bisa dilihat sejak kanak-kanak, terutama pada mereka yang kehilangan orang tuanya sejak kecil.
Sebuah
studi yang dilakukan oleh Mai-Britt Guldin dari Aarhus University,
Denmark, mengatakan kematian orang tua sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jiwa anak. Akibatnya, risiko bunuh diri ketika anak menginjak
usia dewasa akan semakin besar.
"Risiko
bunuh diri akan meningkat dua kali lipat jika kehilangan orang tua saat
kanak-kanak. Meski begitu, risiko ini dapat dicegah dengan melakukan
langkah-langkah intervensi," tutur Guldin, dikutip dari Reuters, Jumat (13/11/2015).
Penelitian
dilakukan dengan menganalisis data penduduk Denmark, Swedia dan
Finlandia pada tahun 1968 hingga 2008. Selama 40 tahun, ditemukan bahwa 3
persen dari partisipan kehilangan orang tua sebelum berusia 18 tahun.
Dari
penelitian tersebut, ditemukan sekitar 0,14 persen anak yang kehilangan
orang tuanya melakukan bunuh diri ketika dewasa. Jumlah ini dua kali
lipat lebih banyak daripada korban bunuh diri namun tidak kehilangan
orang tua ketika masa kanak-kanak yang hanya 0,07 persen.
Risiko
bunuh diri akan meningkat 3,4 kali lipat jika orang tua partisipan
meninggal karena bunuh diri juga. Hasil lain menyebut anak yang
kehilangan orang tua sebelum usia 6 tahun memiliki kemungkinan paling
besar untuk melakukan bunuh diri.
Guldin menambahkan risiko bunuh
diri akan bertahan hingga 25 tahun ke depan. Untuk itu, intervensi
harus dilakukan sejak kanak-kanak agar risiko bunuh diri tak semakin
besar.
"Strategi intervensi yang paling tepat adalah memonitor
stres pada anak dan menyediakan bantuan dan pertolongan untuk anak-anak
yang merasa kehilangan orang tuanya," pungkasnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar