Perubahan Fisiologis
Setelah usia 40 tahun terjadi penurunan kekuatan otot-otot pernafasan
dan komplaien dinding dada. Perubahan histologis menjadi lebih berat
bila manula seorang perokok berat, atau selalu bernafas dalam udara yang
tercemar.
Sejalan dengan pertambahan usia di atas 40 tahun, penurunan kemampuan kardiovaskuler
sering baru diketahui pada saat terjadi stres anestesia dan pembedahan.
Pada pasien manula hipertensi harus diturunkan secara perlahan-lahan
sampai tekanan darah 140/90 mmHg. Penurunan kemampuan respon sistem
kardiovaskuler dalam menghadapi stress memerlukan pemulihan yang panjang
dari anesthesia.
Jumlah glomerulus menjadi 2/3 sampai 1/2 dari orang muda. Perubahan-perubahan menurunkan kemampuan cadangan ginjal,
sehingga manula tidak dapat mentoleransi kekurangan cairan dan
kelebihan beban zat terlarut. Kemampuan untuk mengekskresi obat menurun,
dan kemungkinan terjadi gagal ginjal juga meningkat. Pasien manula
lebih mudah mengalami cedera hati akibat obat-obat, hipoksia dan
transfusi darah.
Terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif, sensoris, motoris, dan otonom. Kecepatan konduksi saraf
sensoris berangsur menurun. Perfusi otak dan konsumsi oksigen otak
menurun. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan manula lebih mudah
dipengaruhi oleh efek samping obat terhadap sistem saraf. Dengan
demikian konsentrasi alveolar minimum dari anestetika menurun dengan
bertambahnya usia.
Pra-anestesia
Penilaian pasien manula prabedah harus
dilakukan dengan seksama, mengingat bahwa manula kemungkinan sudah
menderita hipertensi, gagal jantung, gangguan ritme jantung, penyakit
paru kronik, diabetes, gagal ginjal kronik atau penyakit degenerasi
lain. Apabila mungkin, keadaan pasien harus dioptimumkan, bila perlu
dengan menunda pembedahan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Sering kali manula mendapat obat diuretika, sehingga kita harus waspada
tentang kemungkinan hipovolemia atau hipokalemia. Obat lain yang banyak
dipakai oleh manula adalah hipnotika-sedativa untuk mengatasi insomia
atau gangguan psikiatrik. Obat-obat tersebut mungkin sudah mempengaruhi
hati, konduksi jantung dan dapat berinteraksi dengan obat anestetika.
Premedikasi sebaiknya diberikan dengan
hati-hati dan dosis sekecil mungkin. Biasanya hanya diperlukan diazepam 5
mg melalui mulut (peroral). Atropin atau alkaloid beladona yang lain
biasanya tidak diperlukan.
Selama Anestesia
Apabila
dimungkinkan sebaiknya diberikan analgesik regional (non-sistemik). Hal
ini dikarena pasien yang sadar pada analgesik regional memungkinkan
petugas lebih mudah dan lebih cepat mengenal serangan angina atau
perubahan serebral akut. Teknik anestesi yang dipilih hendaknya tidak
menyebabkan gejolak peningkatan penurunan tekanan darah dan laju nadi.
Dosis obat anestetika umum maupun lokal
pada lansia harus dikurangi, dan diberikan menurut kebutuhan, secara
titrasi dengan mengingat bahwa waktu sirkulasi memanjang dan kemungkinan
terjadinya interaksi dengan obat-obat yang sudah diminum oleh pasien
pra anesthesia.
Pemantauan yang dilakukan disesuaikan
dengan keadaan pasien. EKG sebaiknya dipantau secara rutin. Pemasangan
kateter intraarterial untuk memantau tekanan darah diperlukan bila:
cadangan kordiovaskuler sangat rendah seperti pada penyakit koroner atau
katup jantung yang berat, hipertensi, penyakit pembuluh darah otak,
hipertensi pulmonal, dan bila diperlukan pemeriksaan analisis gas darah
yang berulang-ulang. Kateter vena sentral perlu dipasang bila diperlukan
pemantauan yang ketat terhadap isi cairan intra-vaskuler. Pada pasien
dengan keadaan pertukaran gas yang buruk, sebaiknya digunakan kopnograf
dan pemantauan saturasi oksigen perkutaneus. Apabila keadaan pasien
cukup baik dan tindakan bedah tidak memerlukan pemantauan seperti di
atas, pemantauan cukup dengan EKG dan sfigmomanometer disamping
pemantauan anestesia yang baku.
Pasca Anestesia
Ada kemungkinan bahwa kesulitan untuk
bernafas pasca bedah dini lebih sering terjadi pada manula. Faktor yang
meningkatkan kejadian penyakit pernafasan pasca bedah adalah kegemukan,
manula perokok, nyeri, pembedahan darah abdomen atas atau toraks, dan
distensi abdomen.
Adanya pemantauan di ruang pemulihan
dinilai penting untuk dapat segera mengatasi bila terjadi kesulitan
bernafas. Hal ini lebih ditekankan bila menggunakan anestesi jenis
narkotik pelemas otot. Pasien sering kali mengalami ulangan depresi
pernafasan di ruang pemulihan. Maka keadan sirkulasi juga harus dipantau
dengan ketat. Sering kali adanya perubahan posisi atau pemindahan
pasien ke ruang pemulihan, memungkinkan terjadinya hipotensi atau
renjatan. Demikian pula suhu ruang pemulihan yang dingin dapat
mempengaruhi kondisi pasien.
0 komentar:
Posting Komentar