Jika di Negeri Kanguru transplantasi dengan
menggunakan jantung yang diawetkan sudah berhasil dilakukan pada tiga
orang pasien. Maka mungkinkah teknologi ini bisa dilakukan di Indonesia?
Menurut
dr Isman Firdaus, SpJP-FIHA, perkembangan teknologi kedokteran apapun
termasuk teknologi seperti ini sangat mudah untuk diterapkan di
Indonesia. Alasannya, Indonesia mempunyai Pusat Jantung Nasional (PJN).
Tapi bukan berarti menerapkan program ini menjadi semudah membalikkan
telapak tangan.
"Yang sulit adalah program ini tidak bisa dimulai
dari institusi PJN saja namun harus dari pemerintah. Sebagai gambaran,
program donor jantung itu tidak ada di Indonesia. Jika ada donor maka
jantung diambil dari donor yang meninggal seperti akibat kecelakaan atau
tahanan hukuman mati atau lainnya, tidak bisa pada donor yang meninggal
karena suatu penyakit yang berat," ungkap dr Isman kepada detikHealth.
Kesulitan
lainnya adalah faktor pengambilan organ donor. dr Isman menyebutkan
bahwa transplantasi jantung berbeda dengan transplantasi organ lain
seperti ginjal atau kornea. Transplantasi jantung dilakukan pada donor
yang baru saja meninggal, sedangkan transplantasi ginjal bisa pada orang
hidup.
"Dan yang terpenting adalah legalitas dari segi norma,
hukum, etika, inform consent, dan sisi agama yang memerlukan pembahasan
yang cukup matang hingga tercipta program transplantasi jantung di
Indonesia," ujar ahli jantung dari RS Jantung Harapan Kita tersebut,
seperti ditulis pada Senin (27/10/2014).
Meskipun belum ada
teknik transplantasi jantung, namun bukan berarti pengobatan jantung di
Indonesia kalah. Di RS Jantung Harapan Kita misalnya, dr Isman
menyebutkan bahwa terdapat program tatalaksana gagal jantung buatan
(Left Ventricular Assist Device/LVAD) bagi pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung terminal.
Pendapat serupa disampaikan oleh Prof Dr
dr Budhi Setianto, SpJP, FIHA dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita. Dihubungi terpisah oleh detikHealth, ia menyebutkan bahwa
kemampuan dokter untuk melakukan prosedur transplantasi bisa dibilang
cukup mumpuni. Namun, teknologi yang ada di Indonesia menurutnya belum
cukup siap.
"Ahli bedah jantung sudah siap, tapi kan untuk prosedur ini tetap butuh ahli-ahli di bidang lainnya," papar Prof Budhi.
(ajg/up)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar