Bagaimana
sih seharusnya kita memahami kenakalan remaja terutama dalam hubungan
remaja itu sendiri dengan orang tua atau keluarga ? Tulisan berikut ini
mungkin dapat sedikit membantu memahami kenakalan remaja terutama dari
sisi psikologi.
Kenakalan remaja dan masa disorganisasi
Kata
orang, saat-saat yang sering membuat pusing orang tua adalah ketika
anak-anaknya menginjak usia remaja. Misalnya anak yang tadinya pendiam
tiba-tiba menjadi anak yang suka marah, anak yang tadinya penurut
berubah menjadi suka membangkang. Hmm, … merepotkan memang. Tapi apakah
mereka kelak akan selamanya seperti itu ?
Psikolog
Dr. Haims Gimet menyebut usia remaja yang bikin pusing orang tua itu
sebagai masa disorganisasi. Masa disorganisasi adalah masa transisi dari
masa anak-anak yang terorganisasi berubah menjadi masa remaja yang
mengalami disorganisasi, sebelum akhirnya bergerak menuju masa
reorganisasi sewaktu yang bersangkutan dewasa nanti. Usia-usia remaja
ini katakanlah sebagai masa “galau” yang menyembuhkan, tulis Gimet dalam
bukunya Between Parents and Teenagers.
Banyak
sekali contoh tentang transisi kejiwaan pada masa remaja yang ditandai
dengan “badai kegalauan” itu. Ketika masih anak-anak mereka tergolong
alim dan manis. Kemudian memasuki usia remaja berubah menjadi nakal dan
merepotkan, dan setelah dewasa menjadi baik kembali.
Contohnya,
dalam sejarah Islam siapa yang tidak mengenal Umar ibnu Khattab ?
Sahabat Nabi yang satu ini berahlak mulia, pengasih, rela berkorban,
berani, dan ksatria. Budi pekertinya yang luhur diakui oleh seluruh
dunia Islam. Tapi siapa yang menyangkal bila pribadi yang penuh teladan
itu dimasa remajanya dahulu sangat nakal kelakuannya. Dulu, Umar adalah
tipe remaja kafir tulen. Namun demikian, masa lalu serta perbuatan
maksiat yang dilakukan Umar sebelum ia beriman kepada Allah langsung
dikunci begitu dua kalimat syahadat diucapkan.
Dari
uraian singkat perubahan kehidupan Umar itu, pelajarannya bagi kita
adalah apakah untuk remaja yang terlanjur “rajin” bikin pusing orang tua
itu bisa berubah menjadi baik seperti halnya Umar ? Jawabnya tentu saja
bisa. Perubahan seperti itu lumrah dan dan sangat sering terjadi.
Pada dasarnya Gimet memandang masa transisi kejiwaan tersebut sebagai proses yang alami dan manusiawi sifatnya. Kenakalan remaja
yang memusingkan itu bisa terjadi pada remaja dimana saja, dan kapan
saja. Sebab secara psikologis mereka sedang tertarik-tarik diantara dua
kutub : yaitu masa anak-anak yang akan dihapuskannya tetapi masih
melekat dan alam dewasa yang asing dan belum dikuasai. Wajar bukan bila
mereka menjadi nakal dan susah diatur ? Dipandang dari segi usia, mereka
memang sedang masanya seperti itu.
Kenakalan remaja dan proses pendewasaan diri
Antara
kenakalan remaja dan kriminalitas dipisahkan garis yang amat tipis.
Sudah barang tentu kesimpulan Gimet tentang sifat yang alami dan
manusiawi dari transisi kejiwaan itu tidak untuk membenarkan
terjadinya kenakalan remaja. Apalagi membenarkan kriminalitas.
Pandangan Gimet lebih tepat bila dipakai sebagai bagian dari upaya
memahami masa remaja yang sedang dilanda galau itu.
Terlepas
dari alasannya sendiri-sendiri, harapan menjadi manusia yang baik dan
berguna dihari depan tentu menjadi keinginan baik dari orang tua maupun
remaja. Orang tua merasa pusing ya karena berkepentingan dengan masa
depan anaknya. Sudah pasti ia khawatir dan tidak ingin anaknya
terjerumus dalam ulah dan pergaulan bebas yang tidak sehat.
Sebaliknya
bagi remaja, seberapapun kadarnya, transisi kejiwaan yang penuh
kegalauan itu mau tak mau pasti dilewati demi pematangan pola berpikir
dan berperilaku yang bersangkutan saat dewasa nanti. Itulah sunatullah. Melewati masa remaja yang “galau” itu adalah bagian dari proses pendewasaan remaja itu sendiri.
Yang
diperlukan disini adalah pemahaman kritis kita semua berkenaan dengan
transisi kejiwaan yang sedang dialami remaja. Tanpa perlu bersikap
permisif, kita bisa ‘kan melihat kenakalan remaja itu dalam konteks psikologi dan kedinamikaan mereka ?
0 komentar:
Posting Komentar