Mei 2007 menjadi awal mula perkenalan Siti Julia (15) dengan penyakit
kanker. Saat itu usianya masih 4 tahun. Julia kecil sering mengeluh
pusing, penglihatan buram, dan sering jatuh.
Sang ayah kemudian membawa Julia berobat ke daerah Sukasari, Cikampek yang tak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka di Purwakarta, Jawa Barat. Namun, terdapat benjolan di mata kanan Julia yang terlihat semakin membesar.
Julia akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Mata, Cicendo, Bandung. "Setelah mata di-scan, diputuskan mata kananku harus diangkat dan dirujuk kembali ke RS Hasan Sadikin, Bandung," cerita Julia.
Julia didiagnosis retinoblastoma atau kanker bola mata yang memang bisa menyerang
anak-anak di bawah usia 5 tahun. Khawatir kanker menyebar, ayah Julia pun ikhlas jika bola
mata kanan putrinya harus diangkat.
Julia saat itu lebih sering ditemani sang ayah karena ibunya bekerja di luar negeri. "Jadi pas
mama Aku pulang, Aku sudah enggak ada matanya yang kanan," kenang Julia.
Meski bola matanya sudah diangkat, kanker tidak hilang begitu saja karena sudah menyebar.
Dari RS Hasan Sadikin, Bandung, ia kemudian dirujuk ke RS Kanker Dharmais tahun 2010.
Julia menghabiskan masa kecilnya saat itu untuk menjalani pengobatan kanker.
Saat itu Julia mengaku tak kuat menjalani serangkaian pengobatan seperti kemoterapi.
Kemoterapi membuatnya mual, pusing, dan mengalami kerontokan rambut sehingga kepala
gadis kecil ini pun menjadi botak. Saat terberat itu, Julia tiba-tiba menyerah karena tak
kunjung mendapat kesembuhan.
"Proses pengobatan sempat terhenti saat usia 9 tahun, karena saya putus asa dan rasanya
ingin mati saja," ucap Julia.
Semangat dari sang Ayah
Ketika pengobatan sempat
terhenti, tumor di sekitar mata Julia semakin ganas. Julia memiliki
pertumbuhan tumor yang sangat besar di pipinya.
Julia memang sudah putus asa saat itu, tetapi tidak bagi sang ayah
yang menemani tanpa kenal lelah. Suntikan semangat terus diberikan oleh
ayahnya tanpa henti.
"Kamu jangan nyerah, kamu harus semangat. Kita, kan mau kejar cita-cita kita. Pasti di
balik semua ini Allah memberikan rencana yang baik," ucap Julia sambil menangis menirukan
perkataan ayahnya saat itu.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini akhirnya bangkit kembali. Ucapan ayahnya telah menguatkan Julia.
Atas izin Tuhan, kemoterapi selesai dalam waktu 2 tahun. Pengobatan
selesai, Julia hanya perlu kontrol kesehatan satu tahun sekali.
Pakai bola mata palsu
Sejak Februari 2012, mata
palsu (protesa) kemudian dipasang di mata kanan Julia. Ia mengaku sempat
minder saat pergi ke sekolah menggunakan mata palsu. Banyak teman-teman
iseng menanyakan mata kanannya yang terlihat berbeda. Namun, seiring
berjalannya waktu, kepercayaan diri Julia semakin tumbuh.
Seperti yang terlihat sore itu, Senin (20/2/2017) di Gedung
Direktorat P2PTM Kementerian Kesehatan, dengan rambut panjang terurai,
Julia tampak sangat percaya diri berbicara di depan banyak orang untuk
menceritakan perjuangannya melawan kanker.
"Mata palsu jadi kado terbesar bagi hidup saya. Sekarang sudah enggak malu lagi berkat
dukungan orangtua, terutama ayah, teman-teman sesama kanker, pengurus Yayasan Anyo,
dan semuanya yang sudah support," tutur Julia.
Julia tetap bersyukur karena masih ada sebelah mata kirinya yang bisa
melihat. Selain rutin mengontrol kesehatannya, Julia juga rutin
mengganti mata palsu dan membersihkannya dua kali sehari.
Ingin jadi artis
Kini, Julia duduk di kelas 2 SMP
dan menjalani hari-hari seperti remaja lainnya. Ia bahkan sering
mendapat juara kelas karena semangatnya semakin menjadi-jadi. Julia
ingin menunjukkan kepada teman-temannya, bahwa dengan hanya memiliki
sebelah mata pun ia tetap bisa berprestasi, tak kalah dengan mereka yang
memiliki sepasang mata untuk melihat.
Menulis dan memasak menjadi kegiatan yang sangat disenangi Julia saat
ini. Julia bahkan bercita-cita menjadi artis atau Putri Indonesia.
"Semoga cita-cita saya jadi artis dan putri indonesia bisa tercapai.
Ayo kita bantu anak kanker di luar sana supaya merasa senang, enggak
sendiri," ucap Julia semangat.
Sebagai penyintas kanker anak, Julia mengingatkan teman-temannya sesama kanker untuk tak pernah berhenti mengalahkan kanker.
"Untuk teman-teman di luar sana yang terkena kanker kalian jangan
menyerah. Semangat! Kita lawan penyakit itu dengan semangat dan
keceriaan kita. Jangan takut. Untuk orangtua yang dampingi, anak-anaknya
jangan ditinggalkan," pesan Julia.
Usianya baru 15 tahun, tetapi Siti Julia sudah mengajarkan semangat
dan rasa bersyukur. Julia tak lagi mempertanyakan kepada Tuhan mengapa
ia diberi penyakit kanker. Menurut Julia, terkena kanker bola mata
memang sudah digariskan oleh Tuhan dalam hidupnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar