Namaku niken, tepatnya Niken Fathunnisa Indira. Teman-teman
memanggilku Niken. Tak ada yang istimewa dariku, kecuali satu hal yang
membuat aku merasa sangat istimewa: Namaku. Namaku berasal dari paduan
bahasa jawa dan arab. Niken berasal dari bahasa Jawa yang berarti anak
perempuan yang cantik. Fathunnisa berasal dari bahasa Arab yang artinya
wanita yang memperoleh kemenangan. Indira merupakan gabungan nama
orangtuaku: Indra dan Ratih. Sehingga arti dari namaku adalah anak
perempuan yang cantik yang memperoleh kemenangan, anak dari Indra dan
Ratih. Panjang memang, tapi nama inilah yang menjadi spirit hidupku.
Aku seorang mahasiswa jenjang magister (S2). Saat ini aku kuliah di
jurusan kesehatan masyarakat, di salah satu kampus ternama di negeri
ini. Tiga smester berlalu, saat ini aku memasuki semester akhir masa
studiku di jenjang magister. Dina Kariyosi. Ia adalah seorang mahasiswa
jenjang sarjana yang juga memiliki topik penelitian serupa denganku.
Setelah sidang proposal penelitian, kamipun mempersiapkan pengumpulan
data dan tentunya mancari laboratorium untuk pemeriksaan penelitian
kami.
=============================================================================================================
“ Selamat siang ibu, saya Niken mahasiswa FKM. Mohon maaf ibu saya
mau bertanya apa di laboratorium ini bisa memeriksa benzopyrene pada
urin?” tanyaku
“Benzopyrene? itu beda dengan benzene yah Mbak, wah kami belum bisa sepertinya Mbak” jawab suara diujung sana.
“Oh baik ibu..terima kasih ya bu” tanggapku
Kira-kira seperti itulah percakapan antara kami dengan petugas
laboratorium yang kami hubungi. Mulai dari tidak bisa, tidak mengerti
metodanya, tidak ada orangnya dan lainnya. Hingga suatu hari…
“Siang bu, saya Niken mahasiswa FKM. Boleh saya bertanya apakah di
laboratorium ini bisa melakukan pemeriksaan benzopyrene pada urin?”
“Oh..sebentar ya Mbak, saya sambungkan dengan bagian Laboratoriumnya.”
Beberapa saat kemudian.
“Ya Mbak, ada yang bisa di bantu?”
“Iya bu, saya mau bertanya apa disini bisa untuk pemetriksaan benzopyrene pada urin?”
“Oh benzopyrene ya? Dulu pernah..tapi sebentar saya sambungkan dengan Bu Erna bagian laboratorium ya”
Tak lama akupun berbicara dengan Bu Erma, menyatakan maksudku.
Alhamdulillah mereka menyanggupi. Dari obrolan itu disimpulkan aku dapat
mengumpulkan sampel sekitar 1 minggu lagi. Betapa lega rasanya. Ini
adalah laboratorium pertama yang menyanggupi dari lebih 10 laboratorium
yang aku hubungi.
Empat hari berlalu, Hari Jumat pihak Laboratorium Kesehatan menelponku.
“Siang Mbak Niken, saya Bu Erna dari Laboratorium Kesehatan.”
“Oh oya, selamat siang ibu. Bagaimana kabarnya bu?”
“ Baik, Mbak Niken bagaimana?”
“ Saya juga baik bu, Alhamdulillah persiapan untuk ambil data sudah
hampir selesai. Sehingga in syaa Allah hari senin saya bisa turun ambil
data, dan setelah itu membawa sampelnya ke laboratorium”
“ Mbak Niken, mohon maaf sebelumnya. Kami ingin mengabarkan bahwa salah
satu komponen alat laboratorium kami rusak. Untuk perbaikan alat bisa
menghabiskan dana separuh dari pembelian baru di alat yang sama.
Sehingga nampaknya kami tidak bisa menerima pemeriksaan untuk penelitian
Mbak”
Seketika aku tak dapat berucap, hanya diam mendengar perkataan Bu Erna.
“ Apa tidak bisa diusahakan bu?”
“ Tidak Bisa Mbakk, kami juga tidak ada orang yang bisa mengerjakannya.”
“Baik, bu bagaimana kalau saya coba carikan tempat yang punya alat
tersebut. Sehingga nanti separuh pemeriksaannya dilakukan di sini, dan
separuhnya lagi di Lab lainnya.”
“Oh ya silahkan saja Mbakk, coba hubungi universitas XXX tampaknya bisa.”
“Baik bu, terima kasih.”
Seminggu setelah itu, kami terus mencari laboratorium yang bisa
menyewakan alat itu. Tapi hasilnya nihil. Akhirnya kami temukan satu
laboratorium yang bisa menerima pengajuanku.
“Siang Bu Erna, saya Niken bu”
“Iya Mbak Niken, bagaimana?”
“Iya Bu, laboratorium Fakultas MIPA dikampus saya bersedia membantu
penelitian ini. Jadi preparasi sample di laboratorium kesehatan,
sedangkan lanjutannya di lakukan di laboratorium MIPA. Bagaimana bu?”
“Oke baik kalau begitu, kami bisa bantu.”
“Alhamdulillah, jadi baiknya bagaimana bu? Apa besok saya bisa ke sana untuk membahas tekhnisnya?”
“Iya Mbak, silahkan.”
“Baik terima kasih bu”
Keesokan harinya, aku dan Dina berangkat ke kantor Laboratorium
Kesehatan Tersebut. Kami sangat merasa senang, karena itu tandanya
penelitian kami akan segera berjalan. Namun semua, terkadang tidak
sekedar rencana manusia, ada takdir dan tangan Allah didalamnya.
“Siang bu, boleh saya bertemu dengan Bu Erna? Sudah janji sebelumnya. Saya Niken dari FKM bu” ujarku pada resepsionis di sana
“Baik, tunggu sebentar yah Mbak” jawabnya sopan.
Sambil menunggu, kusempatkan menlanjutkan jatah juz yang ku baca, selang
15 menit segera kukirim message di grup whatsapp ODOJ58: Juz 12 kholas
ya, Alhamdulillah. Lega hatiku karena sudah menunaikan 1 juz pagi itu.
Aku yakin memulai hari dengan 1 juz memudahkan urusan yang akan
kulakukan hari ini. Tak lama, bu Erna pun datang
“Pagi Mbak Niken”
“Pagi bu, bagaimana bu? Bisa kita bahas rencana tekhnis sekarang”
“Begini Mbak….” ujarnya tertahan.
“Kami sudah diskusi dengan pemimpin kami, Melihat kondisi kami nampaknya kami belum bisa membantu penelitian Mbak.”
Seketika aku terdiam, menunggu Bu Erna melanjutkan perkatannya yang menurutku masih menggantung.
“Kondisi kami saat ini sedang banyak sekali sampel yang harus diperiksa,
karyawan kami dua orang sedang cuti karena hamil. Jadi sepertinya tidak
memungkinkan.”
“Apa tidak bisa diusahakan bu? Saya sudah mencoba cari laboratorium
lainnya tapi memang semua tidak bisa karena meraka tidak pernah
sebelumnya.”
“Iya Mbak, selain itu kami juga tidak memiliki reagen untuk reaksinya.
Stoknya sudah menipis. Kalaupun mau dibeli waktu pesannya bisa mencapai 2
bulan.”
Aku masih terdiam.
“Tapi bu, sempel saya tidak terlalu banyak koq bu, tidak sampai ratusan.” tambahku meyakinkannya.
“Iya Mbakk, kami tidak yakin ada segitu reagennya. Mohon maaf yah Mbak. Coba cari laboratorium lainnya”
Aku belum berkata-kata lagi, memikirkan negosiasi apa yang bisa aku
ajukan. Belum sempat aku berkata, Bu Erna segera melanjutkan
kata-katanya.
“Mohon maaf ya Mbak, saya ada rapat di Dinas 30 menit lagi. Saya pamit
yah Mbak, semoga dapat laboratorium pengganti. Coba hubungi laboratorium
di Cilodong, siapa tahu bisa. Sekali lagi mohon maaf yah Mbak.”
Aku tidak menjawab, karena seingatku laboratorium Cilodong sudah pernah kami hubungi dan menyatakan tidak bisa.
“Baik bu, terima kasih. Saya juga langsung pamit ya bu. Tapi saya masih berharap laboratorium disini bisa membantu penelitian saya.hehe”
“hehe..mohon maaf ya Mbak, saya duluan.”
Keluar dari kantor Laboratorium, Aku dan Dina memutuskan untuk
berjalan kaki sampai ke shelter busway, kira-kira jaraknya 100 meter.
Kami bisa saja menggunakan angkutan umum atau bajaj untuk menuju jalan
raya utama, tapi kami memilih berjalan kaki. Dina bilang: ingin sedikit
meratapi keadaan ka. Aku tersenyum, meski dalam hati mengiyakan.
Sepanjang jalan kami seperti orang yang tak tau mau kemana, sudah
lemas bagaimana penelitian kami kedepannya. Sempat tersirat untuk
mengganti tema. Itu berarti kami harus menyelesaikan dalan waktu 1
bulan. Itu hal mustahil, kecuali kami menambah 1 semester untuk lulus
semester depan.
Kami terus berjalan, mulai terbayang muka orang-orang yang berusaha
keras membantuku untuk melanjutkan kuiah ini. Wajah ayah ibuku. Ah..tak
sekalipun aku menceritakan kendala yang kuhadapi pada orangtuaku. Bukan
karena aku tertutup, tapi aku hanya tak ingin mereka ikut memikirkannya.
Bagiku doa mereka adalah segalanya, dan aku sangat yakin doa merekalah
yang membuat aku bertahan sampai hari ini apapun kondisi dan hambatan
yang kuhadapi. Tekadku bulat: Cumlaude untuk buat mereka bangga!
Tak terasa, shelter busway sudah di seberang jalan yang kami lalui.
Kami pun membeli tiket dengan sistem kartu elektronik yang baru kami
beli tadi pagi. Tak banyak percakapan diantara kami. Karena kami
menyadari masing-masing kami sedang tenggelam dalam kebimbangan. Ah
Tuhan, cukup bahasa padaMu lah percakapan diantara kami.
Tak seperti biasanya, siang itu kondisi busway sangatlah lengang.
Hanya beberapa orang. Hampir tak ada penumpang yang berdiri. Kami duduk
bersebelahan, masih terdiam dalam keheningan. Tak lama ada sebuah pesan
yang masuk di inbox handphoneku : “ Aa Gym: sesungguhnya setiap ujian
yang Allah berikan bukan untuk membuat kita lebih terpuruk dan hina,
melainkan untuk mengangkat drajat kita, terus berusaha dan sabar, in
syaa Allah selalu ada jalan.” Jleb! Aku merasa tausyiah itu benar-benar
ditujukan untukku. Untuk masalah yang aku hadapi saat ini. Seketika ada
sebuah semangat yang menghujam di dadaku.
Tak lama berselang, masuk lagi sebuah message di whatsapp grup ODOJ
Korea bekasi. Sebuah pesan yang menceritakan tentang seorang saudari
yang diberi ujian sakit pada anaknya. Awalnya diagnosa dokter mengatakan
anaknya sakit DBD, tapi kondisi sang anak terus menurun sampai jumlah
leukosit yang signifikan, hingga dokter mengatakan anaknya menderita
leukemia. Ditengah kondisi yang begitu campur aduk, ia mengandalkan
alquran untuk terus dibaca. Pada kisah itu dikatakan, entah berapa juz
yang sudah ia baca. Ia yakin, al quran lah yang membuatnya tenang.
Alquranlah yang membuat pertolongan itu dekat. Hingga akhirnya keajaiban
terjadi, Semua trombosit, leukosit dan komponen lainnya seketika berada
pada kondisi normal. Dokter dan para medis yang menyaksikan tidak
percaya. Ada yang menyarankan untuk dicek ulang, ada yang menyarankan
untuk pergi ke dokter atau laboratorium lainnya, tapi ada pula yang
mengatakan bahwa ini adalah keajaiban.
Selesai membacanya, timbul suatu keinginan untuk mengikuti cara
bertahan pada kisah tersebut. Alquran, ya Alquran! Alquranlah segala
obat dari kegundahan dan kebimbangan kondisiku saat ini. Alquranlah yang
menjadi cara mendekatkan pertolongan Allah kepada kami. Al quranlah
yang membuat kami menjadi pribadi kuat dan tahan banting terhadap ujian
ini.
Ku buka mushaf, tak perduli apapun yang orang lihat. Pemandangan
aneh, tak biasa ataupun jarang ada orang yang mengaji alquran di busway,
aku abaikan. Aku terus membaca setiap kalamNya, menikmati setiap bacaan
hurufnya, hingga aku terlarut pada setiap ayat demi ayat yang kubaca.
Aku tak peduli surat apa yang kubaca, juz berapa yang kubuka, yang ku
yakin semua ayat dalam al quran itu hidup. Menghidupkan hati yang mati,
menerangi hati yang gelap, menyuburkan hati yang gersang. Satu per satu
ayat terus kubaca. Turun dari busway tetap kulanjutkan membacanya di
kereta menuju kampus. Aku tak peduli, alquran telah membuat candu bagiku
saat itu.
Tak terasa kami sudah hampir sampai di stasiun tujuan dekat kampus. Aku
menutup mushafku, kemudian turun distasiun kerata. Hatiku lebih tenang,
udara segar di dekat kampus membuat kami merasa lebih baik. Setetelah
keluar dari stasiun, tiba-tiba handphoneku bordering, ada nama Bu Erna
di panggilan masuk:
“Assalamualaikum, ya Bu Erna.”
“Waalaykumussalam, Mbak Niken ada dimana? Sudah menghubungi laboratorium yang tadi saya kasih tahu Mbakk?”
“Saya baru saja turun kereta bu, baru sampai kampus. Jadi belum sempat
menelpon kesiapa-siapa. Rencana saya mau menghadap pembimbing siang ini.
Ada apa ya bu?”jawabku
“Oh begitu. Ini Mbakk kami mau infokan kalau Lab kami bisa membantu
penelitian Mbak. Hanya saja mungkin nanti separuh tahapannya dilakukan
di Lab lainnya. Bagaimana Mbak?”
“ Alhamdulillah..iya bu tidak apa-apa. Yang terpenting Lab kesehatan
bisa bantu preparasi sample. Nanti dilanjutkan di laboratorium kampus.”
“Oh, baik kalau begitu, nanti saya kabari Mbak lagi mengenai persiapan teknisnya ya.”
“Baik ibu, terima kasih”
Ajaib? Mungkin. Aneh? Bisa Jadi.
Tapi yang ku yakini, inilah bentuk pertolongan Allah yang dipercepat.
Alquranlah yang mengantarkan itu semua. Inilah laboratorium sebenarnya
yang aku butuhkan. Laboratorium quran dengan reagen huruf didalamnya,
reaksi mahadahsyat ayat-ayat penuh makna, semua lebih aku butuhkan untuk
penyelesaian tesisku.
Alhamdulillah…Allahu akbar!!
Tak henti-hentinya hatiku meMbaktin kalimatNya, Dina pun masih
terkaget-kaget dengan perubahan kondisi yang begitu cepat. Tak kurang
dari 1 jam, Allah merubah segalanya. Kamipun berbegas menuju tempat
wudhu untuk menunaikan ibadah shalat dzuhur. Tak sabar rasanya
bercengkrama denganNya lewat shalat, ingin melanjutkan cerita dengan
bahasa yang kami simpan dalam rasa padaNya.
Hari itu, satu dari sekian banyaknya cerita kemahadahsyatan alquran
kualami sendiri, dalam hal yang tak disangka, Alquran menjadi sumber
kekuatan dan pertolongan masalah yang kami hadapi. Satu juz per hari
sekarang bukan soal kewajiban harian yang ditargetkan, tapi kebutuhan,
candu ruhiyah yang harus kulakukan, kataku. Ya Rabb, terima
kasih…Jagalah kami untuk terus dekat dengan alquran, jadikanlah hati
kami dipenuhi rahmat dan cinta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar