Menghadapi pasien dengan gigi kekuningan mungkin sudah biasa bagi
dokter gigi. Tapi bagaimana jika pasiennya bergigi merah? Inilah
pengalaman yang pernah dialami drg Dewi Natalia Manto saat bertugas di
daerah perbatasan Indonesia dan Timor Leste.
Ya, masyarakat
setempat masih banyak yang memiliki kebiasaan makan pinang dan sirih.
Kebiasaan ini tentu meninggalkan noda-noda merah bekas pinang sirih di
mulut, terutama di gigi mereka. Hal ini membuat kebanyakan pasien
bergigi merah jadi malu-malu saat membuka mulut untuk diperiksa.
"Efek
dari si pinang, itu kan dia pewarnaan, kemudian periodontitis, kadang
lucunya ini pasiennya malu, 'aduh dokter tapi saya makan sirih pinang,
saya malu sekali, saya tidak mau dibuka, lah gimana saya mau periksa,"
ucap drg Dewi yang mengabdi di Atambua, khususnya di Desa Silawan,
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur ini sambil tertawa.
"Kalau
sisa-sisanya itu masuk ke sela-sela gusi itu yang bikin debris-debris,
kemudian jadi kalkulus atau karang gigi. Nah, gusinya itu turun kan
perjalanan periodontitis," tambah anak kedua dari empat bersaudara ini.
Lalu
bagaimana awalnya perempuan asal Ambarawa, Jawa Tengah ini bisa sampai
bertugas di Atambua? "Saya kan ke Atambua ini ikut suami. Bulan Agustus
2016 saya apply di dinas kesehatan Belu, baru saya dapat SK ditempatkan
di Puskesmas Silawan," tutur alumnus Universitas Padjajaran, Bandung
ini.
Dinas di luar Jawa sebenarnya bukan pengalaman baru. Sebab
sang ayah yang dulunya sebagai dokter umum pegawai tidak tetap di
provinsi NTT.
Nah,
sebagai dokter gigi satu-satunya yang bertugas di Puskesmas Silawan,
tentu drg Dewi memiliki tantangan tersendiri yaitu bahasa. Sehingga
sering kali ia membutuhkan pendamping dari lokal untuk membantu
menerjemahkan.
"Tapi makin ke sini sudah tahu sedikit-sedikit. Suami orang sini asli," ucap drg Dewi.
Perempuan
usia 26 tahun ini rela bolak-balik dari rumah ke puskesmas dengan jarak
tempuh 20 km menggunakan sepeda motor meski akses jalan rawan
terjatuhnya batu-batu, terlebih saat hujan turun. "Kalau misalnya hujan
ini kan di daerah situ suka ada batu-batu jatuh. Saya kan pakai motor,
licin," kata drg Dewi yang juga praktik di RS Tentara Wirasakti,
Atambua.
Tidak seperti di kota besar yang kini sudah banyak
menyediakan fasilitas-fasilitas menarik untuk memudahkan aktivitas.
Berbeda dengan Desa Silawan, daerah perbatasan RI dan Timor Leste, yang
hanya menyajikan pemandangan pohon-pohon dan jalanan yang sepi. Tentu
ini membuat drg Dewi tidak banyak melakukan kegiatan lain selain
memeriksakan gigi pasien dan memberikan penyuluhan ke sekolah-sekolah.
"Cuma
kalau aku sih karena anak dan suami di sini jadi itu yang jadi motivasi
dan semangat ndak gitu sedih-sedih juga," tandas drg Dewi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar