, Berbeda dengan hipertensi pada umumnya, hipertensi
paru masih kurang banyak dikenal masyarakat. Padahal penyakit ini cukup
berbahaya dan dapat mematikan jika tak segera diobati.
Disampaikan
oleh pakar hipertensi paru dari RS Harapan Kita, Prof Dr dr Bambang
Budi Siswanto, SpJP(K), FAsCC, FAPSC, FACC, hipertensi paru itu sendiri
merupakan suatu keadaan keadaan di mana terjadi peningkatan pada tekanan
di pembuluh darah paru, baik di arteri maupun vena.
"Tekanan
darah ini berbeda dengan tekanan darah tinggi biasa yang diukur dengan
tensimeter. Pasiennya biasanya merasa sesak, jantung berdebar-debar,
pusing, serta mudah lelah," ujar Prof Bambang dalam Pfizer Press Circle
'Mengenal Lebih Dekat Hipertensi Paru' di SCBD Jakarta, Kamis
(4/5/2017).
Baca juga: Teknik Bernapas Bisa Pengaruhi Risiko Hipertensi
Pada
hipertensi biasa, pengukuran biasanya dilakukan dengan tensimeter di
lengan. Sementara pada hipertensi paru, diukur secara lokal di paru-paru
dengan ultrasound. Normalnya tekanan darah pada paru yakni 25 mmHg.
Ketika tekanan naik, maka pembuluh darah yang rapuh di paru-paru bisa
menjadi rusak.
"Iya jadi kan tekanan naik, lalu ada pula
peningkatan beban pada ventrikel kanan. Akibatnya dalam stadium lanjut
otot ventrikel kanan makin kelelahan dan terjadi gagal jantung kanan.
Pasiennya bisa juga jadi begah, perutnya tampak besar, kaki bengkak dan
sesak. Bahkan untuk berjalan pun sesak," imbuhnya.
Penyakit ini
dianggap langka, yakni berkisar 2-3 orang per satu juta penduduk, ini
karena cara mendiagnosisnya sulit dan keluhannya juga tidak khas.
Keluhannya mirip seperti keluhan penyakit paru atau penyakit jantung.
Berdasarkan
data dari Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YPHI), selain karena
gejalanya yang tidak khas, banyak pasien hipertensi paru yang tak
terdiagnosia karena minimnya alat diagnosis echocardiography di
Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar