Ada dua kasus bullying atau perundungan yang
belakangan terjadi di Indonesia dan membuat heboh. Kasus pertama
melibatkan mahasiswa di Universitas Gunadarma, Depok, sementara kasus
lainnya melibatkan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Thamrin City,
Jakarta.
Dari kasus bullying tersebut, banyak orang menuntut
agar para pelaku dikeluarkan dari sekolahnya sebagai sanksi. Hal ini
diketahui terjadi untuk para pelaku siswa SMP di Thamrin City.
Psikolog
peneliti bullying Dra Ratna Djuwita, Dipl, Psych, dari Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia namun menyayangkan tindakan sekolah yang
mengeluarkan para pelaku. Menurutnya sanksi itu tidak akan
menyelesaikan masalah, malah bisa semakin memperburuk keadaan terutama
dari sisi pelaku.
"Tidak
(tepat -red). Itu pendekatan yang dipakai beberapa waktu lalu di Eropa,
mungkin 20 tahun yang lalu kalau orang melakukan kesalahan tidak ada
toleransi apapun. Sekarang kita harus yang namanya institusi pendidikan
mendidik dan tidak boleh pilih-pilih," kata Ratna ketika ditemui detikHealth pada Selasa (18/7/2017).
"Mengeluarkan
pelaku dari sekolah hanya memindahkan masalah. Penelitian menunjukkan
pelaku bullying yang dikeluarkan itu nanti dewasanya akan lebih banyak
terlibat tindakan kriminal, susah mencari kerja, susah bersosialisasi,"
papar Ratna.
Lalu apa sanksi yang tepat? Menurut Ratna pelaku
harus mendapatkan peringatan tegas dan bimbingan konseling secara
intensif. Dalam bimbingan tumbuhkan rasa empati sehingga pelaku bisa
mengerti hal yang dialami oleh para korban.
Dengan demikian maka bisa ada kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki dirinya.
"Memang pasti enggak gampang, tapi bukankah itu tugasnya institusi pendidikan?," pungkas Ratna.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar