Rasa benci, kesal, atau kecewa pada mantan pasangan mungkin dirasakan
oleh mereka yang mengalami perceraian. Namun, lebih baik tidak
menjelekkan pasangan di depan sang anak.
"Kalau bete sama mantan
atau kecewa, upayakan membahasnya dengan orang lain seperti psikolog,
teman deket, atau sahabat jangan didepan anak," kata Kristi Poerwandari,
ahli psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, saat
ditemui dalam acara dalam Diskusi: Bagaimana Menjelaskan Perceraian pada
Anak, di gedung Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat.
Hal
tersebut menurut Kristi dapat mengganggu emosi sang anak. Anak dapat
merasa dirinya seperti dievaluasi oleh salah satu orang tua yang
menjelekkan orang tua lainnya.
"Misalnya ibu menjelekan ayah di
depan anak, kemudian anak akan merasa bersalah banget dan membuat anak
menjadi bingung," tutur Kristi.
Baca juga: Ini Dampak Psikologis yang Dialami Anak Saat Orang Tua Bercerai
Sementara
itu, Denia Putri prameswari, praktisi pendidikan anak usia dini,
berpendapat bahwa kondisi tersebut merupakan kompetisi yang terjadi pada
kedua orang tua. Hal tersebut untuk membuat anak menjadi lebih nyaman
untuk bersama salah satu orang tua saja.
"Sebenarnya itu menjadi
naluri dan tujuannya bukan untuk menjelekkan sang mantan. Namun, anak
menangkap justru lain misalnya 'oh iyak bapaknya engga bertanggung
jawab'," lanjut Denia saat ditemui dalam acara yang sama.
Maka dari itu Denia menyarankan agar orang tua sepakat untuk tidak menjelekkan satu sama lain.
"Saat
ibu saya menjelekkan ayah saya, setengah tubuh saya juga ikut
dijelek-jelekin sebaliknya begitu karena saya kan produk keduanya. Ibu
misalnya jelekin saya berarti dia menjelekkin saya dan di depan mata
saya," tutup Denia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar