Entri Populer

Kisah Lucia Terkena Lupus, Mulanya Hanya Nyeri Sendi Tiap Pagi

Written By iqbal_editing on Selasa, 29 Agustus 2017 | 18.25

Lucia Tyas awalnya merasakan nyeri di persendiannya setiap pagi. Hal ini terjadi sejak tahun 1993.

"Jari-jari juga kaku, bengkak, rambut rontok, lebam di kulit, radang tenggorokan, semuanya tidak terjadi secara bersamaan sehingga dokter sulit mendiagnosa apa sebetulnya penyakit saja," kisahnya.

Selama hampir 10 tahun malang-melintang dari satu dokter ke dokter lain, baik di Jakarta, Magelang maupun Yogyakarta, ia tak menemukan diagnosis yang memuaskan. Rata-rata dari mereka hanya mengatakan Lucia kelelahan dan stres, sehingga butuh istirahat total.

Barulah di tahun 2010, Lucia mendapati rambutnya mulai rontok hebat, disertai kelelahan yang luar biasa dan mulai sering pingsan.

"Kelelahan luar biasa tapi istirahat pun tak sembuh juga. Lalu bulan Mei 2010, saya memutuskan minta opname, karena saya takut kena cancer," kisahnya di sela-sela acara peringatan World Lupus Day 2016 di Gedung Diklat RSUP Dr Sardjito, Selasa (10/5/2016).

Tetapi karena tidak ditemukan apa-apa, Lucia diminta pulang kembali. Namun baru sepekan di rumah, kondisi Lucia lagi-lagi memburuk. Ketika dibawa ke IGD, barulah ketahuan jika hemoglobin (Hb)-nya tinggal 7.

"Oleh konsultan penyakit dalamnya dilakukan tes, dari situ muncul kecurigaan ke lupus. Kebetulan beliau sering menangani kasus lupus. Jadi saat dilakukan ANA test dan hasilnya positif, saya akhirnya didiagnosis dengan lupus," lanjutnya.

Lucia resmi 'hidup bersama' lupus sejak bulan Juni 2010, namun ia tidak lantas bisa berdamai dengan keadaan. Hingga dua bulan berikutnya, ia memutuskan mendatangi seorang dokter spesialis penyakit darah di Jakarta. Di situlah ibu dua anak itu mulai bisa menerima kondisinya, dan memulai terapi pengobatan.


"Saya tidak tahu dan tidak pernah browsing soal lupus. Bahkan ketika didiagnosis, saya sempat tidak terima," tambahnya.

Apalagi Lucia tergolong sebagai pasien lupus dengan kasus yang parah (severe) dan menyerang darah, yaitu Autoimune Hemolitic Anemia, disertai dengan komplikasi seperti arthritis, kebocoran ginjal, dan infeksi paru-paru.

Lucia mengaku selama enam tahun belakangan, perjuangannya melawan lupus juga mengalami pasang-surut. Sempat remisi di kisaran tahun 2011, di tahun 2012, kondisinya memburuk karena munculnya komplikasi.

"Saya mengalami kebocoran ginjal hingga harus menjalani semacam kemoterapi, tetapi malah kritis. Ternyata saya terserang herpes zooster dan terapi harus dimulai dari awal lagi," ujarnya.

Terhitung mulai dua tahun lalu, gejala lupus Lucia sudah stabil atau terkendali, dan ia hanya perlu meminum obat dengan dosis rendah.

"Tapi dari pengalaman saya menjadi odapus selama 6 tahun terakhir, saya termotivasi untuk membantu odapus lain agar bisa survive. Bergabung dengan kelompok pendukung adalah salah satu cara hidup sehat bersama lupus, karena berjuang bersama akan lebih mudah daripada sendirian," tekadnya.

Lucia juga sering mengadakan kumpul komunitas penyandang lupus di rumahnya di Mlati, Sleman, sembari berkegiatan bersama.

Untuk bisa hidup bersama lupus, alumni Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Gadjah Mada itu juga berpesan agar setiap Odapus menjalani terapi farmakologis secara rutin, termasuk cek lab, konsultasi ke dokter dan minum obat sesuai anjuran.

"Kita juga harus menerapkan pola hidup yang sehat, supaya terapi farmakologisnya efektif," imbuhnya.

Dari pengalamannya, Lucia juga menggalakkan gerakan bernama SALURI (Periksa Lupus Sendiri) dengan berpedoman pada panduan dari American College of Rheumatology (ACR) 1997, di mana lupus dapat dicurigai jika ditemukan 4 dari 11 gejala yang ada.(lll/vit)

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik