Entri Populer

gambaran psikologi anak sensitif

Written By iqbal_editing on Jumat, 27 Januari 2017 | 23.56

GAMBARAN PSIKOLOGIS ANAK SENSITIF



Anak sensitif umumnya memiliki ciri-ciri, seperti mereka sangat mudah terganggu oleh situasi sekitarnya yang tidak sesuai dengan harapannya.

Perasaan ini ditunjukkan dengan sikapnya yang mudah menangis, mengambek, dan sebagainya. Anak yang sensitif umumnya menunjukkan reaksi yang berlebihan bila tidak mendapatkan keinginannya atau menghadapi situasi yang tidak sesuai harapan. “Misalnya, seperti mereka mudah marah ketika mendengar adik menangis atau marah ketika diingatkan orang tua untuk mengerjakan tugas sehari-hari.

Anak yang sensitif memiliki penyebab beragam, misalnya karakteristik atau sifat dari anak tersebut. Namun, selain karakteristik yang sudah ada dalam sifat anak, ternyata temperamen anak juga dapat dipengaruhi oleh pola pengasuhan orang tua. Orang tua yang terampil dan sabar dalam mengasuh anak dapat memberikan reaksi yang tepat ketika menghadapi anak yang sedang membutuhkan perhatian mereka.

Apabila orang tua bertindak demikian, maka anak akan merasa tenang dan dapat menerapkan keterampilan yang diajarkan orang tuanya ketika anak menghadapi persoalan sehari-hari. Namun, apabila orang tua yang terlalu melindungi dapat menghambat anak untuk belajar menghadapi permasalahannya secara mandiri sehingga cenderung kurang matang dalam menunjukkan emosi maupun reaksinya terhadap masalah yang ada.

Untuk itu, jika anak sensitif dibesarkan di lingkungan yang tidak memahaminya dan memberikan tekanan-tekanan yang membuatnya mudah terbawa emosi, maka dapat berdampak buruk bagi perkembangan emosi anak di kemudian hari. Segera tangani dengan tepat apabila anak anda memiliki sifat sensitif karena bisa-bisa mereka menemukan kendala ketika bersosialisasi di lingkungannya.

Misalnya, waktu ada temannya mengajak bergurau, ternyata anak sensitif menyikapinya dengan reaksi yang tidak tepat dan merasa teman tersebut meledeknya atau ingin menyakiti hatinya. Sikap sensitif juga terlihat melalui kecenderungan anak untuk mudah merasa tersinggung atau terbawa emosi ketika teman tidak memberikan reaksi yang diinginkannya.

Apabila sifat sensitif tersebut tidak ditangani dengan tepat maka dapat terbawa hingga mereka dewasa. Karena itu,peran orang tua dan lingkungan sangat penting untuk memperbaiki sifat anak yang terlalu sensitif sehingga anak dapat menyikapi setiap peristiwa dengan sikap yang lebih matang dan tepat.

Mereka umumnya sangat sulit untuk mengatasi perasaan tersinggungnya. Mereka lebih sering tampil sebagai anak yang temperamental dan bersikap murung. “Pandangan anak sensitif cenderung negatif sehingga apa saja bisa dipandang salah, Jika dilihat dari penyebabnya, sifat sensitif pada si kecil juga terjadi karena merasa dirinya tidak mampu. Di satu sisi,perasaan ini bisa saja merupakan penghayatan subjektif mereka.

Akibat lanjut dari hal tersebut justru mereka menjadi benar-benar “tidak mampu” karena tidak pernah berusaha untuk mencoba sesuatu keterampilan baru. “Di sisi lain, orang tua yang memiliki harapan yang tidak realistis juga bisa mengakibatkan anak balitanya merasakan diri tidak mampu. Karena hal yang dituntut dari orang tuanya memang tidak realistis jika dibandingkan dengan kemampuannya.

Terlebih jika anak merasa gagal memenuhi harapan orang tua atau orang tua sering mengucapkan kata-kata yang merendahkan harga diri anak. Namun pada beberapa anak, mereka mempunyai niat sengaja menggunakan sifat sensitifnya untuk mengontrol orang lain. Jika dia meminta sesuatu dengan cara merengek, maka orang tuanya akan segera datang untuk membantunya.

Jika si anak tidak ingin melakukan sesuatu yang diminta orang tua misalnya, dia akan menangis atau marah-marah sampai orang tuanya menyerah. “Dengan begitu, si anak bisa menggunakan sifat sensitif tadi untuk mengontrol orang lain dan memenuhi apa yang diinginkannya. Kalau anak memanfaatkan sifat sensitifnya, sebaiknya orang tua mewaspadainya.

Hal-hal yang disebutkan di atas merupakan kesimpulan dari dua penelitian baru terhadap anak-anak berumur 3 tahun yang diselenggarakan oleh para peneliti di Institut Max Planck bagian Antropologi Evolusioner di Leipzig, Jerman.

"Dalam usaha untuk mengetahui bahwa anak-anak merupakan penolong yang cukup rumit dan selektif, studi kami menunjukkan bahwa para anak kecil tak hanya sensitif terhadap perilaku moral orang lain tapi juga terhadap maksud di balik perilaku tersebut," menurut Amrisha Vaish yang merupakan peneliti posdoktoral di Institut Max Planck bagian Antropologi Evolusioner Jerman dan merupakan pemimpin penelitian tersebut. Demikian seperti yang dilansir oleh Science Blog (15/11/10).

Para peneliti melakukan dua studi bersama 100 orang anak Jerman kelas menengah yang berumur 3 tahun. Anak-anak tersebut berpartisipasi dalam beberapa skenario di mana para aktor dewasa melakukan berbagai ekting yang melibatkan tindakan suka menolong (menyatukan kembali lukisan yang dirobek seseorang, tindakan tidak baik (merobek lukisan orang lain), maksud yang tidak baik (ingin merobek lukisan orang lain tapi tak bisa), dan tindakan tidak baik yang tidak sengaja (secara tidak sengaja merobek lukisan orang lain). Orang-orang dewasa tersebut kemudian mulai memainkan satu permainan di mana tindakan suka menolong para anak diukur dengan cara apakah mereka memberikan bagian mainan yang hilang kepada para orang dewasa atau tidak.

Penelitian tersebut menemukan bahwa anak-anak jadinya kurang membantu seorang dewasa tak hanya ketika mereka melihat bahwa orang tersebut melakukan tindakan yang tidak baik terhadap orang lain tapi juga ketika mereka melihat bahwa orang tersebut berniat melakukan hal tidak baik bagi orang lain walaupun hal tersebut tidak dilakukan. Bilamana orang dewasa tersebut bersifat menolong dan ketika secara tidak sengaja menyebabkan hal yang tidak baik, anak-anak juga bersifat menolong. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak tak hanya sensitif terhadap perilaku moral orang lain tapi juga niat di balik perilaku tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik