Entri Populer

LDR MINIM KONFLIK

Written By iqbal_editing on Jumat, 03 Februari 2017 | 01.12

Banyak kekhawatiran yang muncul pada diri pasangan LDR (Long Distance Relationship). Shelly MusholliaJarak geografis yang terpaut jauh, sering kali disebut-sebut sebagai faktor penyebab berakhirnya sebuah hubungan. Namun, mengapa hingga kini masih banyak pasangan yang menjalani hubungan LDR ini? Adakah alasan lain yang membuat para pejuang LDR ini tetap menjaga hubungan mereka terus bertahan?
Ketika sebuah hubungan yang dijalani seseorang dengan pasangannya harus terpaut jarak geografis yang jauh, kendala komunikasi yang sulit, serta kurangnya quality time (waktu yang berkualitas untuk bersama), sering menjadi keluhan para pasangan LDR dalam menjalani hubungan mereka. Tidak hanya pada pasangan suami isteri berkarier, banyak juga pasangan mahasiswa yang kini menjalani status hubungan pacaran secara jarak jauh (LDR).
Meskipun mereka telah menanamkan komitmen dan kepercayaan (trust) kepada pasangannya satu sama lain. Namun, rasa khawatir dan curiga pada pasangan sering kali timbul dalam diri seseorang, yang pada akhirnya memunculkan berbagai penilaian negatif pada pasangan, yang sebenarnya belum tentu menjadi sebuah penilaian yang benar. Dan bahkan, akan memungkinkan pasangan yang satu merasa sakit hati atas penilaian negatif dari pasangan yang lain. Terlebih, ketika jarak menjadi kendala sulitnya pasangan untuk mengkomunikasikan dan mengekspresikan perasaan mereka masing-masing.

Karena untuk mempersepsikan perasaan melalui komunikasi mereka terbatas, sering kali pasangan LDR yang satu akan mempersepsikan perasaan pasangan yang lain secara kurang tepat, yang pada ujungnya akan menjadi konflik batin dalam diri mereka sendiri. Padahal konflik batin tersebut bukanlah konflik sebenarnya yang mereka hadapi. Melainkan, hanya merupakan konflik yang masing-masing mereka buat sendiri.
Gejolak dalam Hubungan LDR
            Para pasangan LDR menyadari bahwa jarak fisik diantara mereka dengan pasangan merupakan suatu ketidakpastian dalam hubungan yang mapan, Hal itu karena banyak diantara mereka yang memiliki intensitas untuk berinteraksi yang sangat kecil. Terpaut jarak geografis yang jauh, serta kontak (tatap muka) yang terbatas pada pasangan LDR, akan meningkatkan tingkat ketidakpastian seseorang dalam menjalani hubungan. Situasi yang demikian berpotensi dapat menurunkan tingkat kepercayaan dan meningkatkan pengalaman kecemburuan mereka terhadap pasangan.
Kecemburuan sering kali menjadi masalah utama pada pasangan LDR. Kecemburuan biasanya dianggap sebagai multidimensi, yang terdiri dari kecemburuan kognitif, emosional, dan perilaku (Pfeiffer & Wong, 1989). Kecemburuan kognitif mengacu pada pikiran yang mencurigakan atau kekhawatiran tentang ancaman atas hubungan yang dijalankan. Sedangkan kecemburuan emosional mengacu pada perasaan marah, takut, dan ketidakamanan yang berkaitan dengan ancaman. Dan kecemburuan perilaku mengacu pada komunikasi pikiran atau perasaan cemburu yang lebih dikonseptualisasikan sebagai ekspresi dari sebuah kecemburuan (Pfeiffer & Wong, 1989). Jarak fisik yang dirasakan sebagai sebuah ketidakpastian dalam hubungan, memiliki korelasi positif terhadap tingkat kecemburuan pada pasangan. Namun, hal tersebut memiliki korelasi negatif terhadap tingkat kepercayaan (trust). Jadi, semakin seseorang merasa hubungannya merupakan sebuah ketidakpastian, maka tingkat kepercayaan (trust) seseorang pada pasangannya akan semakin rendah. Sehingga komitmen untuk saling menjaga diantara pasangan pun terancam turun.
Dalam studi kualitatif, individu-individu yang menjalani hubungan LDR memiliki komentar positif mengenai kedekatan, kepercayaan, komitmen, dan cinta (Arditti & Kauffman, 2001; Mietzner & Lin, 2005). Mereka yang memiliki hubungan jarak jauh mempersepsikan diri, bahwa mereka memiliki usaha yang lebih keras dalam menjalin komunikasi dengan pasangannya dibanding teman-teman mereka yang memiliki hubungan jarak dekat dengan pasangannya (Geograpically Close Relationship). Sehingga mereka sangat menilai positif makna dari sebuah kedekatan, kepercayaan, komitmen, dan cinta. Pemberian atribusi yang tepat kepada pasangan, dalam hal ini para pejuang LDR, sangat penting untuk menjaga agar hubungan bersama pasangan tetap bertahan dan mencapai apa yang menjadi tujuan dan cita-cita dari hubungan itu sendiri.
Kesalahan atribusi sebagai resiko LDR
Setiap manusia hidup secara sosial yang dihadapkan pada berbagai bentuk perilaku yang diamati, termasuk saat berinteraksi dengan pasangan serta mengamati perilaku pasangan dan terjadilah atribusi. Atribusi merupakan proses-proses untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku orang lain dan kemudian diketahui tentang sifat-sifat menetap dan disposisi mereka (Baron dan Byrne, 2003: 49). Atribusi dibedakan menjadi dua, yaitu atribusi internal dan atribusi eksternal. Atribusi internal (disposisional) yaitu, apabila perilaku seseorang yang diamati disebabkan oleh faktor-faktor internal (sikap, sifat-sifat tertentu, dan  aspek-aspek internal yang lain). Atribusi eksternal (situasional), yaitu jika perilaku yang diamati disebabkan oleh keadaan lingkungan di luar diri orang yang bersangkutan.
Atribusi menurut Harold Kelley terfokus pada apakah tindakan tertentu disebabkan oleh daya-daya internal atau daya-daya eksternal. Kelley berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan suatu akibat atau efek yang terjadi karena adanya sebab. Kelley mengajukan tiga faktor dasar yang digunakan dalam pemberian atribusi. Pertama, konsistensi yaitu sejauh mana seseorang merespon stimulus yang sama dalam situasi yang berbeda. Kedua, konsensus yaitu bagaimana seseorang bereaksi dibandingkan dengan reaksi orang lain, terhadap stimulus yang sama. Ketiga, kekhususan (distinctiveness) yaitu sejauh mana orang yang kita atribusi memberikan respon yang berbeda terhadap berbagai stimulus yang kategorinya lama. Distinctivness yang tinggi terjadi apabila seseorang mempunyai rekasi khusus pada suatu peristiwa. Sedangkan distinctiveness rendah apabila seseorang merespon sama terhadap stimulus yang berbeda.
Bagaimanapun, pemberian atribusi oleh seseorang juga bisa salah. Terlebih, pada pasangan LDR yang terpaut jarak geografis yang jauh dan keterbatasan dalam mengkomunikasikan dan mengekspresikan perasaan mereka masing-masing. Inilah yang terkadang memicu munculnya konflik pada pasangan LDR karena terjadi kegagalan dalam memahami dan mengatribusi sikap atau perilaku pasangannya (fundamental attribution errors).
Kebanyakan orang juga cenderung lebih sadar pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilakunya sendiri dari pada yang mempengaruhi perilaku orang lain. Hal ini yang sering kali membuat seseorang menyalahkan orang lain (dalam hal ini adalah pasangan) dalam kesalahan perilakunya sendiri. Namun, menyalahkan pasangannya sendiri ketika pasangan melakukan kesalahan. Selain itu, seseorang juga sering mengatribusi perilaku pribadi yang positif pada faktor-faktor internal, dan mengatribusi perilaku pribadi yang negatif pada faktor-faktor eksternal. Hal ini akan memunculkan sikap saling menyalahkan, kekhawatiran-kekhawatiran dan sikap curiga pada pasangan, yang berujung pada konflik.
Dalam hal ini, pasangan Long Distance Relationship tidak melulu menjadikan jarak sebagai satu-satunya alasan sulitnya mereka dalam menjalin komunikasi dengan pasangan. Sikap pribadi dan pemberian atribusi pada pasangan merupakan salah satu hal yang lebih penting untuk menjaga hubungan para pasangan LDR terus bertahan dan mencapai tujuan sesuai komitmen dari hubungan itu sendiri. Melihat adanya fenomena hubungan LDR dan teori atribusi dari Harold Kelley ini, saya menyimpulkan ada cara yang dapat dilakukan para pasangan LDR sebagai upaya untuk memperkecil munculnya konflik melalui teori atribusi ini.
Pertama, menilai perilaku pasangan tidak semata-mata karena disebabkan oleh faktor internal saja. Tetapi, perilaku juga dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Kedua, tidak melulu menyalahkan pihak pasangan atas kesalahan dan konflik yang terjadi. Ketiga, lebih cermat dalam memberikan atribusi kepada pasangan agar tidak menimbulkan sakit hati diantara dirinya dan pasangan, yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor, konsistensi yaitu dengan memperhatikan apakah pasangan memberikan respon yang sama dalam situasi yang kita ciptakan serupa. Jika pasangan memberi respon yang sama pada situasi yang serupa, bisa jadi itu adalah sikap menetap yang dimiliki oleh pasangan. Konsensus yaitu apakah pasangan memiliki respon yang sama seperti orang lain pada umumnya ketika dihadapkan pada situasi yang serupa. Jika pasangan menunjukan sikap yang berbeda, jangan terburu-buru memberi atribusi yang negatif pada pasangan. Tetapi, terlebih dulu mencari apa alasan atau penyebab pasangan berperilaku seperti itu. Kekhususan (distinctiveness) yaitu melihat apakah pasangan mempunyai reaksi yang berbeda terhadap berbagai situasi, atau merespon semua situasi dengan reaksi yang sama. Dengan cara-cara tersebut, diharapkan dapat memperkecil kemungkinan munculnya konflik pada pasangan LDR akibat dari kegagalan atau kesalahan dalam memahami dan mengatribusi sikap atau perilaku pasangannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik