Entri Populer

penanganan, pencegahan dan penelitian tentanf stroke

Written By iqbal_editing on Selasa, 30 Agustus 2016 | 02.18

penanganan

Penderita stroke akut biasanya diberikan SM-20302,[55] atau microplasmin,[56] oksigen, dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan, kemudian diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak,[57] akibat infiltrasi sel darah putih. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinan tissue plasminogen activator (rtPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan emboli diberikan dalam waktu 3 jam,[58] setelah timbulnya stroke. Trombolisis dengan rtPA terbukti bermanfaat pada manajemen stroke akut, walaupun dapat meningkatkan risiko pendarahan otak,[59] terutama pada area sawar darah otak yang terbuka.[60]
Beberapa senyawa yang diberikan bersamaan dengan rtPA untuk mengurangi risiko tersebut antara lain batimastat (BB-94) dan marimastat (BB-2516),[61] yang menghambat enzim MMP, senyawa spin trap agent seperti alpha-phenyl-N-t-butylnitrone (PBN) dan disodium- [tert-butylimino)methyl]benzene-1,3-disulfonate N-oxide (NXY-059),[62] dan senyawa anti-ICAM-1.[63]
Metode perawatan hemodilusi dengan menggunakan albumin masih kontroversial,[64] namun penelitian oleh The Amsterdam Stroke Study memberikan prognosis berupa penurunan angka kematian dari 27% menjadi 16%, peningkatan kemandirian aktivitas dari 35% menjadi 48%, saat 3 bulan sejak terjadi serangan stroke akut.

Pemulihan

Serangan stroke terkait dengan keterbatasan pulihnya fungsi otak, meskipun area peri-infark menjadi lebih bersifat neuroplastik sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensorimotorik melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan. Di tingkat selular, terjadi dua proses regenerasi dalam korteks peri-infark, akson akan mengalami perubahan fenotipe dari neurotransmiter ke dalam status regeneratif,[65] dan menjulurkan tangkainya untuk membuat koneksi baru di bawah pengaruh trombospondin,[66], laminin, dan NGF hasil sekresi sel Schwann,[67] dan terjadi migrasi sel progenitor neuron ke dalam korteks peri-infark.[68] Hampir sepanjang 1 bulan sejak terjadi serangan stroke, daerah peri-infark akan mengalami penurunan molekul penghambat pertumbuhan. Pada rentang waktu ini, neuron akan mengaktivasi gen yang menstimulasi pertumbuhan, dalam ritme yang bergelombang. Neurogenesis saling terkait dengan angiogenesis juga terjadi bergelombang yang diawali dengan migrasi neuroblas dengan ekspresi GFAP,[69] yang berada dalam zona subventrikular ke dalam korteks peri-infark. Migrasi ini dimediasi oleh beberapa senyawa antara lain eritropoietin,[70] stromal-derived factor 1 (SDF-1) dan angiopoietin-1, hingga menghasilkan neuroblas dengan jarak tempuh migrasi yang lebih panjang dan rentang waktu sitokinesis yang lebih pendek.[71]
Terhambatnya fungsi pencerap GABA ekstrasinaptik di area peri-infark yang terjadi akibat oleh disfungsi transporter GABA GAT-3/GAT-4, dalam hewan tikus, dapat dipulihkan dengan pemberian benzodiazepina.[72]

Pencegahan

Dalam manusia tanpa faktor risiko stroke dengan umur di bawah 65 tahun, risiko terjadinya serangan stroke dalam 1 tahun berkisar pada angka 1%.[73] Setelah terjadinya serangan stroke ringan atau TIA, penggunaan senyawa anti-koagulan seperti warfarin, salah satu obat yang digunakan untuk penderita fibrilasi atrial,[74] akan menurunkan risiko serangan stroke dari 12% menjadi 4% dalam satu tahun. Sedangkan penggunaan senyawa anti-keping darah seperti aspirin, umumnya pada dosis harian sekitar 30 mg atau lebih, hanya akan memberikan perlindungan dengan penurunan risiko menjadi 10,4%.[75] Kombinasi aspirin dengan dipyridamole memberikan perlindungan lebih jauh dengan penurunan risiko tahunan menjadi 9,3%.
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi orang-orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko stroke sebanyak mungkin, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan stenosis di pembuluh karotid,[76] mengatur pola makan yang sehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta olaraga secara teratur. Stenosis merupakan efek vasodilasi endotelium yang umumnya disebabkan oleh turunnya sekresi NO oleh sel endotelial, dapat diredam asam askorbat yang meningkatkan sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO sintase atau siklase guanilat, mereduksi nitrita menjadi NO dan menghambat oksidasi LDL[77] di lintasan aterosklerosis.
Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American Stroke Association Council, Council on Cardiovascular Radiology and Intervention memberikan panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan saksama berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh aterosklerosis, penggunaan senyawa anti-trombotik untuk kardioembolisme dan senyawa anti-keping darah bagi kasus non-kardioembolisme,[78] diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection, patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia, hypercoagulable states, sickle cell disease; cerebral venous sinus thrombosis; stroke saat kehamilan, stroke akibat penggunaan hormon pasca menopause, penggunaan senyawa anti-koagulan setelah terjadinya cerebral hemorrhage; hipertensi,[79] hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes, fibrilasi atrial, dislipidemia, stenosis karotid, obesitas, sindrom metabolisme, konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan berlebihan, konsumsi obat kontrasepsi, mendengkur, migrain, peningkatan lipoprotein dan fosfolipase.
Biasanya di Indonesia CT Scan dan MRI baru dilakukan, setelah terjadinya stroke. Jarang angiography menggunakan kedua alat itu untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya stroke dilakukan. Sekarang ini sudah mulai banyak laboratorium klinik, klinik stroke, pembuluh darah dan penyakit kardiovaskular yang memiliki Transcranial Doppler,[80] karena alatnya kecil/portabel dan relatif murah dengan biaya pemeriksaan menggunakan alat itu hanya sekitar Rp 500.000 atau seperempat sampai seperdelapan biaya penggunaan CT Scan atau MRI. Transcranial doppler tidak seakurat kedua alat yang mahal tersebut, tetapi salah satu keuntungannya, yaitu tidak mengandung radiasi, sehingga dapat dilakukan secara berulang, misalnya untuk pamantauan selama dan sesudah/pasca stroke dan juga dapat dilakukan pada pasien yang kritis, tidak sadar, di ruang ICU.[81] Mengingat biayanya yang relatif murah, maka pemantauan kemungkinan terjadinya stroke juga sudah banyak dilakukan menggunakan Transcranial doppler, terutama di Amerika Serikat.

Penelitian

Angioplasty dan stenting

Angioplasty dan stenting telah mulai dilirik sebagai kemungkinan pencegahan yang menjanjikan dalam penanganan stroke iskemik akut. Intra-cranial stenting yang diterapkan pada gejala penyumbatan intracranial arterial stenosis, boleh dikatakan sukses mengurangi penyumbatan <50% dengan tingkat keberhasilan 90-98%, dan tingkat komplikasi utama pada peri-procedural berkisar antara 4-10%. Tingkat penyumbatan kembali dan/atau stroke yang mengikutinya juga boleh dikatakan minim. Data ini menganjurkan untuk melakukan randomized controlled trial untuk evaluasi lebih lengkap kemungkinan keuntungan perawatan dari usaha pencegahan ini.[82]

Thrombectomy mekanis

Menghilangkan gumpalan penyumbatan (clot) dapat dicoba, jika ini terjadi pada pembuluh darah besar dan merupakan suatu pilihan bagi mereka yang tidak mempan atau tidak ada perbaikan dengan intravenous thrombolytics.[83] Komplikasi-komplikasi yang mencolok timbul sekitar 7%.[84] Pada Oktober 2013, percobaan-percobaan ini tidak menunjukkan hasil-hasil yang positif.[85]

Neuroprotection

Obat-obatan yang memakan reactive oxygen species, menolak apoptosis, atau menolak inhibit excitatory neurotransmitters telah memperlihatkan secara eksperimentatif pengurangan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh iskemia. Zat-zat yang bekerja dengan cara ini disebut neuroprotective. Hingga akhir-akhit ini, percobaan pada manusia dengan zat neuroprotective telah gagal, dengan kemungkinan perkecualian barbiturate coma yang mendalam. Bagaimanapun, yang terkini NXY-059, derivatif dari disulfonyl yang merupakan the radical-scavengin phenylbutylnitrone, dilaporkan bersifat neuroprotective pada stroke.[86] Zat ini tampaknya bekerja pada pelapis pembuluh darah atau endothelium. Sayangnya, setelah percobaan yang pertama berhasil, yang kedua tidak berhasil.[87] Sehingga manfaat NXY-059 masih dipertanyakan.[88]
Hyperbaric oxygen therapy telah dipelajari sebagai kemungkinan perlindungan, tetapi akhir-akhir ini dipikirkan bahwa terapi ini tidak memberikan manfaat yang cukup

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik