Entri Populer

enterokolitis nektrotikans

Written By iqbal_editing on Kamis, 01 Desember 2016 | 07.17

Nekrotikans Enterokolitis nekrotikans (EN) adalah sindrom nekrosis intestinal akut pada neonatus yang ditandai oleh kerusakan intestinal berat akibat gabungan jejas vaskular, mukosa, dan metabolik (dan faktor lain yang belum diketahui) pada usus yang imatur.
Enterokolitis nekrotikans hampir selalu terjadi pada bayi prematur. Insidens pada bayi dengan berat sedangkan 10-25% terjadi pada neonatus cukup bulan.
Patofisiologi
Patogenesis EN masih belum sepenuhnya dimengerti dan diduga multifaktorial. Imaturitas saluran cerna merupakan faktor predisposisi terjadinya jejas intestinal dan respons yang tidak adekuat terhadap jejas tersebut. Patofisiologi yang diterima saat ini adalah adanya iskemia yang berakibat pada kerusakan integritas usus. Pemberian minum secara enteral
akan menjadi substrat untuk proliferasi bakteri, diikuti oleh invasi mukosa usus yang telah rusak oleh bakteri yang memproduksi gas. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
gas usus intramural yang dikenal sebagai pneumatosis intestinalis. Kejadian ini dapat mengalami progresivitas menjadi nekrosis transmural atau gangren usus sehingga pada akhirnya mengakibatkan perforasi dan peritonitis.
Faktor risiko
1. Prematuritas. Terdapat hubungan terbalik antara kejadian EN dan usia gestasi. Semakin rendah usia gestasi, semakin tinggi risiko karena imaturitas sirkulasi, gastrointestinal, dan sistim imun. Enterokolitis nekrotikans tersering dijumpai pada usia gestasi 30-32 minggu.
2. Pemberian makan enteral. EN jarang ditemukan pada bayi yang belum pernah diberi minum. Sekitar 90-95% bayi dengan EN telah mendapat sekurangnya satu kali pemberian minum. Formula hiperosmolar dapat mengubah permeabilitas mokosa dan mengakibatkan kerusakan mukosa.
b. Pemberian ASI terbukti dapat menurunkan kejadian EN.
3. Mikroorganisme patogen enteral. Patogen bakteri dan virus yang diduga berperan adalah E. coli, Klebsiella, S. epidermidis, Clostridium sp. Enteritis virus yang disebabkan
oleh coronavirus dan rotavirus dapat merusak barier mukosa dan mengakibatkan sepsis akibat kuman enterik. Rotavirus dilaporkan bertanggung jawab atas 30%
kejadian EN di suatu senter.
4. Kejadian hipoksia/iskemia, misalnya asfiksia dan penyakit jantung bawaan. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoperfusi sehingga sirkulasi mesenterikus dikorbankan dan
mengakibatkan iskemia intestinal. Ketidakseimbangan antara mediator vasodilator dan vasokonstriktor pada neonatus mengakibatkan defek autoregulasi splanknik yang berisiko mengakibatkan iskemia intestinal.
5. Bayi dengan polisitemia, transfusi tukar, dan pertumbuhan janin terhambat berisiko mengalami iskemia intestinal.
6. Volume pemberian minum, waktu pemberian minum, dan peningkatan minum enteral yang cepat. Bukti tentang hal ini masih kontroversial.
Manifestasi klinis
Manifestasi awal mungkin menyerupai sepsis neonatorum. Perjalanan penyakit dapat progresif maupun perlahan-lahan. Kemungkinan EN harus selalu diwaspadai pada setiap bayi yang memiliki faktor risiko dan menunjukkan manifestasi berikut:
Manifestasi sistemik
– Distres pernapasan
– Apnu dan atau bradikardia
– Letargi atau iritabilitas
– Instabilitas suhu
– Toleransi minum buruk
– Hipotensi/syok, hipoperfusi
– Asidosis
– Oliguria
– Manifestasi perdarahan
Manifestasi pada abdomen
– Distensi abdomen
– Eritema dinding abdomen atau indurasi
– Tinja berdarah, baik samar maupun perdarahan saluran cerna masif (hematokesia)
– Residu lambung
– Muntah (bilier, darah, atau keduanya)
– Ileus (berkurangnya atau hilangnya bising usus)
– Analisis gas darah, dapat dijumpai asidosis metabolik atau campuran
– Elektrolit darah, dapat dijumpai ketidakseimbangan elektrolit, terutama hipo/hipernatremia dan hiperkalemia
– Kultur tinja
– Foto polos abdomen 2 posisi serial:
1. Foto polos abdomen posisi supine, dijumpai distribusi usus abnormal, edema dinding usus, posisi loop usus persisten pada foto serial, massa, pneumatosis intestinalis (tanda khas EN), atau gas pada vena porta
2. Foto polos abdomen posisi lateral dekubitus atau lateral untuk mencari
pneumoperitoneum. Perforasi umumnya terjadi 48-72 jam setelah pneumatosis atau gas pada vena porta. Bila didapatkan pneumatosis intestinalis, lakukan foto
serial tiap 8 jam untuk untuk mengevaluasi terjadinya pneumoperitoneum, yang. menandakan perforasi usus. Foto serial dapat dihentikan bila didapatkan perbaikan. klinis.
Diagnosis banding
– Pneumonia, sepsis
– Kelainan bedah seperti malrotasi dengan obstruksi, intususepsi, ulkus, perforasi gaster, trombosis vena mesenterika
– Enterokolitis infektif. Penyakit ini jarang pada bayi, namun perlu dipikirkan bila dijumpai diare. Pada kasus ini, tidak terdapat tanda sistemik maupun enterik yang mengarah pada EN.
– Kelainan metabolik bawaan
– Kolitis alergik berat
– Intoleransi minum. Sulit untuk membedakan dengan EN, karena banyak bayi prematur mengalami intoleransi minum saat volume/frekuensi minum ditingkatkan.
Bila dicurigai EN, bayi harus dimonitor ketat, dipuasakan, diberikan nutrisi parenteral dan antibiotik selama 72 jam sampai EN dapat disingkirkan.
Penanganan
Tata laksana EN adalah sesuai dengan tata laksana abdomen akut dengan ancaman peritonitis. Tujuan tatalaksana adalah mencegah progresivitas penyakit, perforasi usus, dan syok.
Tata laksana umum
Tata laksana umum untuk semua pasien EN:
1. Puasa dan pemberian nutrisi parenteral total.
2. Pasang sonde nasogastrik untuk dekompresi lambung.
3. Pemantauan ketat:
– Tanda vital
– Lingkar perut (ukur setiap 12-24 jam), diskolorasi abdomen
4. Lepas kateter umbilikal (bila ada).
5. Antibiotik: ampisilin dan gentamisin (di RSCM: amoksiklav dan gentamisin) ditambah dengan metronidazol
Dosis amoksiklav : 50 mg/kg/dosis (dosis ini sama dengan dosis ampisilin)
Interval berdasarkan usia gestasi dan usia kronologis:
– Usia gestasi 28 hari : setiap 8 jam
– Usia gestasi ≥37 minggu
– Usia ≤7 hari : setiap 12 jam
– Usia >7 hari : setiap 8 jam
Dosis gentamisin : 5 mg/kg/dosis
Interval berdasarkan berat lahir dan usia:
– Berat lahir 30 hari : setiap 24 jam
– Berat lahir ≥1200 g
– Usia ≤7 hari : setiap 36 jam
– Usia >7 hari : setiap 24 jam
Dosis metronidazol (intravena):
Loading 15 mg/kg/dosis, dilanjutkan dosis pemeliharaan 7,5 mg/kg/dosis
Interval pemberian:
– Usia ≤28 hari : tiap 12 jam
– Usia >28 hari : tiap 8 jam
Interval antara dosis loading dan dosis pemeliharaan:
– Usia koreksi <37 minggu : 24 jam setelah dosis loading
– Usia koreksi ≥37 minggu : 12 jam setelah dosis loading
Catatan : pemberian antibiotik disesuaikan dengan kultur yang sudah diambil pada hari pertama dan mungkin berbeda untuk masing-masing RS.
6. Tes darah samar tiap 24 jam untuk memonitor perdarahan gastrointestinal.
7. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Pertahankan diuresis 1-3 mL/kg/hari.
8. Periksa darah tepi lengkap dan elektrolit setiap 24 jam sampai stabil.
9. Foto polos abdomen serial setiap 8-12 jam.
10. Konsultasi ke departemen Bedah Anak.
Tata laksana khusus bergantung pada stadium
1. Enterokolitis nekrotikans stadium I
– Tata laksana umum.
– Pemberian minum dapat dimulai setelah 3 hari dipuasakan
– Antibiotik dapat dihentikan setelah 3 hari pemberian dengan syarat kultur negatif dan terdapat perbaikan klinis.
2. Enterokolitis nekrotikans stadium II dan III
– Tata laksana umum.
– Antibiotik selama 14 hari.
– Puasa selama 2 minggu. Pemberian minum dapat dimulai 7-10 hari setelah
perbaikan radiologis pneumatosis.
– Ventilasi mekanik bila dibutuhkan. Distensi abdomen progresif dapat mengganggu pengembangan paru.
– Jaga keseimbangan hemodinamik. Pada EN stadium III sering dijumpai hipotensi refrakter.
– Leukopenia progresif, granulositopenia, dan trombositopenia menandakan perburukan
Tata laksana bedah
– Laparatomi eksplorasi dengan reseksi segmen yang nekrosis dan enterostomi atau anastomosis primer.
– Drainase peritoneal umumnya dilakukan pada bayi dengan berat <1000 g dan kondisi tidak stabil.
Prognosis
– Angka kematian secara keseluruhan 9-28%, sedangkan EN dengan perforasi memiliki angka kematian lebih tinggi, berkisar 20-40%
– Sekuele yang dapat terjadi:
– Gagal tumbuh, gangguan perkembangan
– Striktur (25-35% pasien dengan atau tanpa bedah)
– Fistula
– Short bowel syndrome (terjadi pada 10-20% pasien yang menjalani pembedahan)
– Kolestasis akibat nutrisi parenteral jangka panjang
Pencegahan
– Pencegahan terbaik kejadian EN adalah dengan mencegah kelahiran prematur.
– Pemberian ASI telah terbukti menurunkan risiko dan insidens EN.
Induksi maturasi gastrointestinal. Insidens EN berkurang setelah pemberian steroid pranatal (Number needed to treat/NNT = 32)
– Bayi dengan duktus arteriosus persisten dianjurkan menggunakan ibuprofen dibandingkan indometasin untuk penutupan duktus.
– Peningkatan volume minum enteral secara perlahan, tetapi bukti mengenai efektivitas strategi ini masih kurang. Selain itu, kecepatan peningkatan volume minum yang terbaik masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
– Pemberian probiotik pada bayi dengan berat lahir <1500 g terbukti mengurangi kejadian EN. Walau demikian, bukti untuk mendukung pemberian probiotik pada bayi dengan berat lahir <1000 g masih belum cukup.
– Pemberian antibiotik enteral dapat mengurangi insidens EN
– Induksi maturasi gastrointestinal. Insidens EN berkurang setelah pemberian steroid
pranatal
– Bayi dengan duktus arteriosus persisten dianjurkan menggunakan ibuprofen
dibandingkan indometasin untuk penutupan duktus.
– Peningkatan volume minum enteral secara perlahan, tetapi bukti mengenai efektivitas
strategi ini masih kurang. Selain itu, kecepatan peningkatan volume minum yang
terbaik masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
– Pemberian probiotik pada bayi dengan berat lahir <1500 g terbukti mengurangi kejadian EN. Walau demikian, bukti untuk mendukung pemberian probiotik pada
bayi dengan berat lahir <1000 g masih belum cukup.
– Pemberian antibiotik enteral dapat mengurangi insidens EN

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik