Entri Populer

pemisahan alat makan pasien TBC dan sendiri membuat terusir

Written By iqbal_editing on Jumat, 24 Maret 2017 | 21.51

Pasien berhenti atau tidak mau berobat merupakan penyebab masih tingginya angka pengidap tuberkulosis (TB) di Indonesia. Pakar mengungkap salah satu sebabnya adalah kuatnya stigma yang masih beredar di masyarakat soal TB.

dr Erlina Burhan, SpP(K), Wakil Ketua Komisi Ahli Tuberkulosis, menyebut stigma pada pasien TB biasanya datang pertama kali dari orang terdekat, baik itu keluarga, teman atau kerabat. Stigma bisa berupa tindakan apa saja mulai dari memisahkan peralatan makan, alat mandi dan pakaian pasien TB hingga membuat pasien terusir dari rumah.

"Padahal harus diketahui, TB itu penyakit yang menular lewat udara, bukan saluran cerna atau kontak fisik. Jadi kalau gelas, piring atau pakaiannya dipisahkan itu malah memelihara stigma," tutur dr Erlina kepada wartawan, ditemui di RS Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur.



Stigma pada pasien TB juga sangat rentan terjadi di tempat kerja. Dikatakan dr Erlina, sebagian besar alasan pasien TB menolak berobat adalah takut kehilangan pekerjaan jika diketahui berobat TB.

Soal risiko penularan, dr Erlina mengatakan hampir 80 persen orang Indonesia pernah terpapar kuman TB. Namun dari sekian banyak orang yang terpapar kuman, hanya 10 persen di antaranya yang akhirnya menjadi sakit atau disebut TB aktif.

Sisanya hanya mengalami TB laten, yakni kondisi di mana kuman TB tertidur di dalam tubuh tubuh atau bahkan hilang sama sekali karena sistem imun. Risiko dari TB laten menjadi TB aktif berbeda-beda antara setiap orang.

"Jadi sistem imun itu ibarat tentara, musuhnya kuman. Kalau kuman TB masuk tubuh dan tentaranya banyak dan kuat, kumannya akan tidur atau mati. Ini yang disebut sebagai TB laten. Tapi kalau kumannya banyak sementara tentara kita lagi lemah, ya bisa jadi TB aktif," paparnya.

Oleh karena itu, jika ada anggota keluarga, rekan atau kerabat yang mengidap TB, dr Erlina berpesan agar jangan dijauhi dan dikucilkan. Rangkul orang tersebut dan ajak ia untuk berobat supaya risiko penularan menjadi lebih luas.

"Ingat, jangan dijauhi atau dikucilkan. Tapi didekati, diajak berobat dan pastikan minum obatnya patuh. Kalau bicara risiko, semuanya berisiko, saya tiap hari ketemua pasien TB ya berisiko. Cuma kan nggak semuanya jadi sakit gitu lho," tutupnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik