Entri Populer

Perjuangan Leni, Jualan Kue untuk Melawan Kanker Payudara Stadium Empat Aisyah Kamaliah - detikHealth

Written By iqbal_editing on Sabtu, 08 Juli 2017 | 11.25

Berawal dari benjolan di payudaranya di tahun 2006, Leni Marlina (45) memeriksakan dirinya ke RS Cipto Mangunkusumo. Ketika dokter mendiagnosis kanker payudara stadium 4, ia dengan tenang mengikuti semua kata dokter.

Sayangnya, ketenangan yang ditunjukkan Leni tidak bertahan lama. Diakuinya, ia tenang semata-mata karena tidak tahu-menahu tentang penyakit yang dihadapinya. Begitu tahu bahwa harapan hidupnya tinggal 4 bulan, perasaan tenang itu runtuh seketika.

"Pas udah tau hancur lebur, baru nggak bisa tidur," ujarnya pada detikHealth, Sabtu (8/7/2017), di sela-sela acara bulanan Cancer Information and Support Center (CISC), Menteng, Jakarta.

Namun di sisi lain, Leni tidak ingin berlama-lama larut dalam keterpurukan. Baginya, hidup harus tetap berjalan. Hingga kini 8 tahun berlalu sejak 'vonis' kanker mematikan itu dijatuhkan, ia masih bertahan. Pikiran yang selalu positif, disebutnya sebagai kunci dalam menjalani semua pengobatan.

"Semua itu dari pikiran," kata, Leni yang sehari-hari berjualan kue di sekitar tempat tinggalnya di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.


Berasal dari keluarga yang kurang mampu, Leni menceritakan perjuangnya selama melakukan perawatan. "Perjuangan bukan hanya untuk melawan penyakit, tapi semua," kenangnya dengan berkaca-kaca.


Leni menjalani rangkaian pengobatan dengan semangat juang yang tinggi. Rambut yang rontok karena efek kemoterapi yang membuat kepalanya botak, tak menghalanginya untuk tetap berjualan kueLeni menjalani rangkaian pengobatan dengan semangat juang yang tinggi. Rambut yang rontok karena efek kemoterapi yang membuat kepalanya botak, tak menghalanginya untuk tetap berjualan kue (Foto: dok. pribadi)


Ketika mulai melakukan perawatan kemoterapi, ia menceritakan bahwa ia cukup kesulitan untuk mencari dana. Beruntung sebuah komunitas membantunya untuk membiayai pengobatan.

"Meskipun dibantu, saya disarankan untuk mengurus bantuan dari pemerintah juga, tapi nggak mudah, saya ditolak sudah 10 kali dengan alasan limit," tuturnya yang juga masih aktif berjualan demi mendapatkan biaya untuk transportasi ke rumah sakit.

Kanker payudara termasuk salah satu kanker paling mematikan pada perempuanKanker payudara termasuk salah satu kanker paling mematikan pada perempuan (Foto: ilustrasi/thinkstock)


Selama menjalani perawatan, ibu Leni menceritakan bagaimana ia harus menahan rasa sakit dari perjalanan rumah ke rumah sakit. "Saya naik kereta, berebut kereta juga. Kadang naik Kopaja juga," ungkapnya.


Belum lagi ketika berobat, ia pernah kehabisan uang untuk pulang ke rumah. Beruntung ia punya keluarga selalu siap untuk patungan agar Leni bisa pulang ke rumah tanpa rasa sakit.

Semangat Leni untuk berjuang melawan penyakit tidak pernah pudar, meskipun ada pandangan miring terhadap dirinya. Bahkan ketika ada orang yang berkata pedas hingga ia menitikan air mata. "Ini kan penyakit orang kaya, lagian penyakit kayak ibu dikit lagi juga mati," ujarnya menirukan kata orang yang mencibirnya.

Sikapnya yang selalu tersenyum dan berpikiran positif membuat kami tergelitik untuk mencari tahu dari mana ia mendapatkan kekuatan tersebut. Ternyata, keluarga dan teman-teman dari komunitaslah yang membuatnya tegar.

"Waktu saya botak abis kemoterapi, suami dan anak saya ikut botak. Teman-teman komunitas juga bikin saya tetap positif karena saya jadi ingat, saya tidak sendiri yang sakit," ungkapnya.

Kini, ia masih rutin melakukan kontrol setelah pengobatan terakhirnya di tahun 2016. Tetapi ia mengaku masih tetap menjaga pola hidupnya agar tetap sehat. "Sel kanker selesai pengobatan itu seperti mati suri, kalau ada yang membangkitkan dia bisa hidup lagi, makanya pola hidup harus dijaga," tutupnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik