Entri Populer

AASA bagian 1

Written By iqbal_editing on Senin, 02 Januari 2017 | 16.59

PENDAHULUAN
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran.
Namun sampai sdaat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan infertil
untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas lebih lambat dibanding cabang
ilmu kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan masih langkanya dokter yang
berminat pada ilmu ini.
1
Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil
dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya,maka pasangan
infertil haruslah dilihat sebagai satu kesatuan. Penyebab infertilitaspun harus dilihat pada
kedua belah pihak yaitu isteri dan suami. Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus
dilihat sebagai satu kesatuan adalah aadanya faktor imunologi yang memegang peranan
dalam fertilitas suatu pasangan. Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor
semen/sperma, cairan/lendir serviks dan reaksi imunologi isteri terhadap semen/sperma
suami. Termasuk juga sebagai faktor imunologi adanya autoantibodi.
1,2
Lebih kurang seperlima pasangan usia subur di Amerika Serikat adalah pasangan
infertil. Limabelas persen diantaranya tergolong infertil yang tidak jelas penyebabnya
(unexplained infertility). Banyak bukti yang menjelaskan bahwa ada peranan faktor
imunomodulasi pada pasangan ini. Aspek penting dari imunomodulasi ini adalah adanya
antibodi anti sperma (ASA).
3.
Beberapa penelitian telah dilakukan terutama dinegara maju untuk mengetahui
hubungan faktor imunologi ini dengan fungsi reproduksi suatu pasangan. Diantara
penelitian ini yaitu menemukan antigen pada sperma, cara-cara identifikasi
antigen/antibodi dalam tubuh, dan penatalaksanaan apa yang memungkinkan diberikan
pada pasangan infertil dengan faktor imunologi ini. Terjadinya infertilitas pada suatu
pasangan yang mempunyai antibodi antisperma secara teoritis dikarenakan tingginya
kadar antibodi antisperma pada cairan vagina,serviks, uterus atau tuba. Walaupun
antibodi antisperma terdapat dalam serum seseorang, belum tentu orang tersebut
mempunyai antibodi antisperma yang tinggi kadarnya dalam cairan genitalianya.
4
.
Penemuan antibodi antisperma juga memberiakan suatu ide bagi beberapa ilmuwan
untuk mengembangkan suatu vaksin kontrasepsi berdasarkan antigen sperma.
5,6BEBERAPA PENYEBAB INFERTILITAS
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seorang wanita tidak bisa atau sukar menjadi
hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Diantara faktor-faktor tersebut
yaitu faktor organik/fisiologik, faktor ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan berlebihan.
Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554 kasus (81,6%) dari 678 kasus pasangan
infertil disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor
psikologik. Ingerslev dalam penelitiannya mengelompokkan penyebab infertilitas
menjadi 5 kelompok yaitu faktor anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak
diketahui (unexplained infertility)
7,8
Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu air mani,
masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah ovarium, dan
masalah peritoneum. Masalah air mani meliputi karakteristiknya yang terdiri dari
koagulasinya dan likuefasi, viskositas, rupa dan bau, volume, pH dan adanya fruktosa
dalam air mani. Pemeriksaan mikroskopis spermatozoa dan uji ketidakcocokan imunologi
dimasukkan juga kedalam masalah air mani.
1
Masalah vagina kemungkinan adanya sumbatan atau peradangan yang mengirangi
kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks.
Masalah serviks meliputi keadaan anatomi serviks, bentuk kanalis servikalis sendiri
dan keadaan lendir serviks. Uji pascasenggama merupakan test yang erat berhubungan
dengan faktor serviks dan imunologi.
1
Masalah uterus meliputi kontraksi uterus, adanya distorsi kavum uteri karena
sinekia,mioma atau polip, peradangan endometrium. Masalah uterus ini menggangu
dalam hal implantasi, pertumbuhan intra uterin, dan nutrisi serta oksigenasi janin.
Pemeriksaan untuk masalah uterus ini meliputi biopsi endometrium,histerosalpingografi
dan histeroskopi.
9
Masalah tuba merupakan yang paling sering ditemukan (25-50%). Penilaian patensi
tuba merupakan salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolhan infertilitas.
1
Masalah ovarium meliputi ada tidaknya ovulasi, dan fungsi korpus luteum. Fungsi
hormonal berhubungan dengan masalah ovarium, ini yang dapat dinilai beberapa pemeriksaan antara lain perubahan lendir serviks, suhu basal badan, pemeriksaan
hormonal dan biopsi endometrium.1
Masalah imunologi biasanya dibahas bersama-sama masalah lainnya yaitu masalah
serviks dan masalah air mani karena memang kedua faktor ini erat hubungannya dengan
mekanisme imunologi.
1,7
FAKTOR IMUNOLOGI SEBAGAI PENYEBAB INFERTILITAS
Dulu orang masih bertanya-tanya apakah faktor imunologi besar peranannya dalam
infertilitas. Para iluwan masih meragukan, bingung dan timbul berbagai pendapat yang
saling kontradiksi. Jones pada penelitian nya mengajukan teori bahwa faktor imunologi
berpengaruh pada beberapa tahap dalm proses reproduksi manusia, mulai dari masa
gamet dan telur yang dibuahi. Sebagaimana hormon, jaroingan dan cairan sekresi yang
berhubungan dengan traktus genitalia potensial bersipat antigenik dan mampu
menimbulkan suatu respon imun.
2,10,11
Suatu antigen akan mengalami beberapa proses dalam tubuh kita akibat sistem
imunitas tubuh. Antigen tersebut akan difagositosis sebagai respon imun nonspesifik dari
tubuh. Dapat juga terjadi penghancuran sel (sitolisis) melalui peranan sel T-sitotoksis.
Mekanisme lain yaitu dengan membentuk antibodi dengan bantuan makrofag, sel T
helper dan selT supresor. Se-sel ini memberikan sinyal-sinyal kepada limfosit B sehingga
berdifensiasi menjadi sel plasma dan membentuk antibodi spesifik. Antibodi ini melalui
beberapa jalan menyebabkan penghancuran antigen antara lain membentuk komplek
antibodi komplemen menyebabkan lisis, antibody dependent cell mediated cytotoxicity
(ADCC) menimbulkan sitolisis, atau fagositosis spesifik. Untuk jelasnya dpat dilihat paa
gambar
1. 12 Pada beberapa wanita antigen sperma menyebabkan timbulnya antibodi terhadap
antigen spesifik atau permukaan pada sperma dan menyebabkan infertilitas. Menurut
Burnett, antigen jaringan yang telah ada dalam tubuh sebelum sistem imunologik
berfungsi dikenal sebagai self antigen, sedangkan antigen jaringan yang timbul setelah
sistem imunologik berfungsi sebagai non self antigen. Spermatozoa dapat digolongkan
self antigen karena diproduksi jauh setelah sistem imunologik berfungsi, sehingga ia
dianggap sebagai antigen asing. Antigen tersebut dapat berasal dari spermatozoa sendiri,
atau dari plasma semen.
2,10,11
Selain itu dapat juga terjadi keadaan autoimun terhadap semen dan komponen sperma
yang biasanya terjadi pada suami yang pernah mengalami proses pada genitalianya
termasuk vasektomi dan infeksi (mumps). Beberapa penyakit autoimun dapat
menyebabkan suatu keadaan infertilitas. Geva dalam tulisannya tentang autoimunitas dan
reproduksi mendapatkan bahwa banyaknya autoantibodi dalam serum berhubungan
dengan kegagalan kehamilan yang berulang, endometriosis, kegagalan ovarium prematur
(prematur ovarian failure/POF), infertilitas yang tak jelas penyebabnya(unexplained
infertility), dan kegagalan fertilisasi invitro (IVF). Beberapa jenis antibodi yang dapat
dideteksi antara lain antibodi antifosfolipid (APA), antibodi antikardiolipin dan
antikoagulan lupus, antibodi antinuklear (ANA), Antibodi anti-DNA, faktor rhematoid,
antibodi antitiroid, autoantibodi anti oavarium, dan antibodi otot polos (smooth muscle
antibodies). Dalam tulisannya Geva berkesimpulan bahwa abnormalitas autoimun
mungkin menyebabkan kegagalan reproduksi (infertilitas) dan sebaliknya kegagalan
reproduksi dapat merupakan manifestasi awal dari penyakit autoimun yang belum
terdiagnosis.
2,5,13
BEBERAPA ANTIGEN DAN ANTIBODI PADA PASANGAN INFERTIL
Sperma dan plasma/cairan semen
Banyak molekul yang dibentuk pada saat terjadi miosis dalam testis. Autoantigen spesifik
testis pada saat terjadinya spermiogenesis. Antigen lain muncul pada membran plasma
setelah stadium midspermatid proses spermatogenesis dan pada permukaan sperma pada masa perjalanan sperma diepididimis. Sifat antigenik dari sperma dan cairan sperma
inilah yang menyebabkan terbentuknya antibodi antisperma.
5
Pada keadaan normal reaksi imun ini dihalangi oleh salah satu fungsi sel Sertoli pada
testis yaitu mempertahankan lingkungan intralumen bebas dari komponen serum. Sel
sertoli juga membentuk barier imunologik yang secara aktif memfagositosis dan
menghancurkan sisa-sisa produk hasil spermatogenesis tadi yang bila dibiarkan lolos dari
tubulus seminiferus akan menyebabkan reaksi imunologik. Hanya ± 1/5 dari sisa-sisa
tersebut yang lolos dari tubulus dn sisa ini diresorbsi oleh epitel germinativum. Beberapa
jenis antigen sperma manusia dapat dilihat pada tabel 1.
5
Antigen fertilisasi-1 (FA-1) merupakan antigen yang terdapat pada sel-sel germinal
laki-laki dan bereaksi kuat dengan semen dari laki-laki dan perempuan infertil dan
bereaksi lemah dengan semen dari orang –orang normal. Sperma dilapisi oleh membran
plasma yang mengandung antigen spesifik yang fungsinya sebagai pengenal zona
pellusida telur dan berfungsi dalam proses kapasitas dan reaksi akrosom. FA-1 adalah
glikoprotein spesifik-sperma yang didapatkan dari membran plasma sel germinal
manusia. Naz dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hal ini terjadi karena antibodi
terhadap FA-1 tidak mengaglutinasi atau menyebabkan immobilisasi sel sperma, antibodi
ini menghambat fertilisasi dengan cara mempengaruhi interaksi antara sperma & zona
pellucida, sedangkan Kaplan dalam penelitiannya mendapatkan kesimpulan bahwa FA-1
tidak mempunyai efek proteolitik atau aktivitas akrosin. FA-1 menghambat penetrasi
sperma ke ovum melalui pengaruhnya terhadap kapasitasi dan reaksi akrosom sel sperma.
Dari datanya juga Kaplan mengganggap bahwa FA-1 dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan dalam imunoinfertiliti dan memungkinkan pengembangan vaksin
kontrasepsi pada manusia.
14,15
Antibodi antisperma
Ada banyak bukti bahwa saluran reproduksi manusia khususnya pada wanita mampu
menimbulkan respons imun lokal terhadap antigen asing, termasuk antigen sperma.
Rumke dan Hellinger (1959) adalah orang pertama yang membuktikan adanya antibodi
antisperma atau autoantibodi terhadap sperma manusia. Respon imun saluran reproduksi
wanita terhadap antigen sperma dapat melalui 2 jalur yaitu jalur aferen dan jalur eferen.
Saluran reproduksi wanita dibantu oleh sel-sel yang kompeten untuk menimbulkan
respon imun. Sel-sel ini memfagositosis spermatozoa dan memproses antigennya
sehingga menimbulkan pertahanan imun seseorang, Mekanisme ini dibantu oleh beberapa
faktor yaitu :
1. Jumlah sperma yang sangat banyak/berlebihan
2. Sperma juga difagositosis oleh sel-sel somatik sebagaimana makrofag, dan semen
secara kemotatik mempengaruhi makrofag dan netropil
3. Antigen asing lain mempunyai efek ajuvans terhadap saluran reproduksi,
misalnya adanya infeksi vagina
4. Limfosit dalam semen berperanan menyebabkan sterilitas bagi wanita melalui
mekanisme histokompatibilitas
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon imun lainnya misalnya prostaglandin E
yang bersipat imunosupresif. Respon ini terhadap sperma pada wanita dapat
melalui pembentukan antibodi atau melalui sel-sel, yang masing –masing lebih
dominan bersipat lokal dibanding sistemik.
2 Imunisasi lokal (intravaginal) dengan berbagai antigen menghasilkan antibodi
spesifik pada mukosa serviks. Biasanya stimulus antigen terhadap memnbran mukosa
membentuk antibodi lokal maupun sistemik, tapi karena antigen tidak mencapai
sirkulasi respon sistemik jarang terjadi. Ada juga bukti klinik yang menunjukkan
bahwa antigen yang terpapar akibat hubungan seksual dapat menimbulkan reaksi
hipersensitif akut lokal maupun sistemik, walaupun sangat jarang.
2
Penelitian teakhir terhadap antibodi antisperma pada wanita dan hubungannya
dengan infertilitas mulai diarahkan keanalisis cairan saluran reproduksi. Penelitian
terhadap antibodi antisperma penting dilakukan karena berhubungan erat dengan
transport sperma, daya tahan sperma, fertilisasi oosit yang abnormal, perkembangan
embrio yang abnormal, abortus spontan, dan antibodi anti-DNA. Apakah antibodi
antisperma adalah penyebab dari kelainan-kelainan tersebut ataukah semata-mata
antibodi antisperma itu sebagai tanda adanya penyakit yang masih dicari. Moghisssi
dalam penelitiannya menadpatkan insidens adanya antibodi antisperma pada
pasangan infertil berupa sperm-aglutination antibodi (SAA) yang mempunyai
kegiatan mengaglutinasikan sperma (aglutinasi kepala-kepala, ekor-ekor, dan kepala
ekor), dan sperm-immobilizing antibody (SIA) yang menyebabkan spermatozoa motil
menjadi berhenti, tidak mobil.
6,10,11,16
Dalam penelitiannya Moghissi berkesimpulan bahwa diantara wanita infertil,
insidens SAA dan SIA lebih tinggi dalam cairan serviks dibandingkan dalam serum,
bahkan walaupun dalam serum tidak ditemukan antibodi antisperma. Juga didapatkan
bahwa kandungan antibodi antisperma ini lebih tinggi pada pasangan infertil yang
tidak jelas sebabnya dibandingkan kandungan pada pasangan infertil yang diketahui
penyebabnya (explained infertility).
10
Haas dkk, mengevaluasi semen 614 orang laki-laki & wanita dengan explained
infertility. Ia mendapatkan 7% laki-laki dan 13% wanita antibodi antisperma (+). Nip
dkk, menggunakan cara ELISA melaporkan bahwa antibodi antisperma terdapat pada
serum 77% wanita dengan explained infertility, 75% wanita dengan endometriosis
dan 60% wanita dengan infertilitas karena faktor tuba. Pada penelitian ini hanya
didapatkan 5% antibodi antiperma (+) pada kontrol.
3,10 Imunoglobulin adalah antibodi yang diproduksi sebagai respons terhadap antigen
spesifik. Imunoglobulin yang dibentuk oleh sel limfosit B merupakan molekul
glikoprotein yang terdiri dari komponen polipeptida sebanyak 82-96% dan selebihnya
karbohidrat. Pada elektroforesis molekul bermigrasi sebagai gammaglobulin. Fungsi
polipeptida ini adalah mengikat dan menghancurkan antigen dengan bantuan fungsi
efektor sekunder yaitu memacu aktivitas komplemen.
12
Ada 5 isotip imunoglobulin yang dikenal IgA, IgG, IgM, IgE, dan IgD. Masingmasing mengandung 2 rantai berat spesifik dan 2 rantai ringan (α atau λ). Ig dibagi
dalam 2 region, Fab (amino-terminal) porsion to antibodi dan Fc (carboxy-terminal)
portion bind to other imunosupresor.
3,11,12
IgG merupakan 75% imunoglobulin total dan dijumpai dalam bentuk monomer.
IgG ini paling mudah berdifusi kedalam jaringan ekstravaskuler dan melakukan
aktivitas antibodi dijaringan. Aktivitas lain yaitu melapisi mikroorganisme sehingga
lebih mudah difagositosis, dan juga menetralisir toksin serta virus.
12
IgA merupakan immunoglobulin terbanyak kedua dalam serum dan merupakan
imunoglobulin terbanyak dalam cairan sekresi termasuk cairan vagina/serviks. IgA
dapat mengikat vaksin atau bakteri sehingga mencegah mikroorganisme tersebut
melekat pada permukaan mukosa.
12
IgM dijumpai dalam bentuk pentamer sehingga merupakan imunoglobulin
terbesar. Karena itu IgM terdapat hanya dalam intravaskuler dan merupakan 10% dari
imunoglobuin dalam serum. Makromolekul ini dapat menyebabkan aglutinasi
berbagai partikel and fiksasi komplemen dengan efisiensi yang sangat tinggi, yaitu 20
kali lipat lebih efektif dalam aglutinasi and 1000 kali lebih efektif dalam aktivitas
penghancuran bakteri dibanding IgG. Antibodi IgM cenderung menunjukkan afinitas
rendah terhadap antigen dengan determinan tunggal (hapten) tetapi karena molekul
IgM multivalen, molekul IgM dapat menunjukkan aviditas yang tinggi terhadap
antigen yang mempunyai banyak epitop (bagian antigen yang bereaksi dengan
antibodi).
12
IgD merupakan monomer dan konsentrasinya dalam serum hanya sedikit. Peran
biologiknya sebagai antibodi humoral belum jelas. IgD dapat dijumpai pada
permukaan sel B, terutama sel B neonatus dalam jumlah jauh lebih banyak dibanding konsentrasi dalam serum. IgD diduga merupakan reseptor antigen pertama pada
permukaan sel B, dan bahwa IgD berperan dalam mengawali respon imun.
12
Ig E dijumpai dalam serum dengan kadar yang sangat rendah, hanya 0,004% dari
imunoglobulin total. Selain itu IgE dapat dijumpai dalam cairan sekresi. Salah satu
sifat penting dari IgE adalah kemampuan melekat secara erat pada permukaan
mastosit atau basofil melalui reseptor Fc. Peran IgE secara pasti belum diketahui.
12
Ada beberapa hipotesis pembentukan antibodi antisperma pada laki-laki. Secara
teoritis, barier darah-testis dapat ditembus oleh beberapa mekanisme yang
menyebabkan terpaparnya sirkulasi oleh antigen sperma sehingga menyebabkan respons imun yang menimbulkan reaksi radang dan pembentukan antibodi
antisperma. Obstruksi mekanis traktus genitalia dapat terjadi akibat kelainan
kongenital, vasektomi, atau trauma. Ekstravasasi sperma dapat dijumpai pada pria
setelah dilakukan vasektomi. Beberapa penelitian mendapatkan 50%-70% laki-laki
tersebut mempunyai antibodi antisperma serum (+). Sebagian besar laki-laki yang
mengalami vasovasostomi dan sebagian kecil laki-laki infertil mempunyai antibodi
antisperma dalam plasma semennya. Antibodi ini biasanya terdiri dari subklas IgG
atau IgA yang aka melekat pada sperma dan mempengaruhi fertilitas.
3,5,17
Organisme penyebab penyakit yang ditularkan secara seksual merupakan initiator
pembentukan antibodi antisperma melalui mekanisme proses radang dan autoimun.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa bakteri, virus dan jamur dapat
mencapai membran luar sperma yang berfungsi sebagai antigen atau hapten yang
menimbulkan respons imun. Pembentukan antibodi antisperma juga terjadi sebagai
akibat adanya radang lokal setelah infeksi genital pada seorang wanita.
3
Pembentukan antibodi antisperma pada wanita dapat terjadi pada traktus genitalia
wanita yang terpapar antigen sperma. Seorang wanita yang aktif secara seksual akan
terpapar triliunan speermatozoa selama hidupnya. Fertilitas akan baik bila wanita
tersebut memberikan reaksi imun yang kompromistik. Proses imunisasi yang (akibat
hubungan seksual) pada wanita terhadap sperma dapat menurunkan fertilitas
berdasarkan kemungkinan kombinasi efek antibodi antisperma seperti aglutinasi
sperma, menurunnya motilitas, gagalnya penetrasi lendir serviks, fusi sperma telur
yang tidak efisien, fagositosis sperma, dan gagalnya kehamilan sebelum atau sesudah
implantasi. Antibodi terhadap intrinsik sperma yang dihasilkan saat maturasi dalam
testis dan antigen kapsul sperma yang muncul selama dalam epididimis dan saat
bercampur dengan plasma semen berhubungan dengan infertilitas yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya (unexplained infertility).
3,5
Sperma yang mencapai cavum peritonium juga dapat menginduksi pembentukan
antibodi antisperma serum melalui fagositosis makrofag dan presentasi sel T untuk
menimbulkan respon imun. Pembentukan antibodi antisperma juga dapat terjadi
akibat radang lokal pada genitalia wanita. Cunningham dkk, mencari prevalensi
antibodi antisperma pada wanita nulligravid usia reproduksi dengan berbagai proses infeksi ginekologis. 46 % wanita didiagnosis dengan penyakit radang pelvis (PID)
(n=81) mempunyai antibodi antisperma (+) pada serum dan cairan serviks
dibandingkan prevalensi antibodi antisperma (+) 20% pada wanita dengan infeksi
genital bagian bawah ( jamur,klamidia, bakteri, n=86). Antibodi antisperma juga
ditemukan pada 69% wanita yang dilaparoskopi pada wanita dengan perlengketan
dipelvis atau hidrosalping tanpa riwayat PID

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik