Entri Populer

eera baru kedokteran nuklir di indonesia

Written By iqbal_editing on Senin, 10 Juli 2017 | 20.44

Era Baru Kedokteran Nuklir Indonesia

“Pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia berpusat di Jawa. Dan di Sumatera terdapat dua tempat pusat pelayanan. Dari kedua tempat itu, yang aktif baru di Padang.” Demikan disampaikan Basuki Hidayat, dr., Sp.KN, Ketua Pelaksana Kongres Nasional Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia (PKNI) VI dan Perhimpunan Kedokteran dan Biologi Nuklir Indonesia (PKBNI) VIII.
Acara yang bertema “Menyongsong Era Pencitraan Menggunakan Positron Emission Tomography (PET)” merupakan hasil kerja sama PKNI dan PKBNI serta Asian School of Nuclear Medicine (ASNM). Perhelatan ini diselenggarakan di Hotel Aston Tropicana, Jalan Cihampelas, Bandung, dan berlangsung selama tiga hari (04-06/12).
Kongres tersebut dibuka oleh Prof. Johan S. Mashjur, dr., Sp.PD-KEMD., Sp.KN, salah seorang tokoh kedokteran nuklir yang juga Sekretaris Senat Unpad, dan dihadiri berbagai pembicara dan peserta dari Indonesia dan mancanegara. Beberapa di antaranya ialah; Prof. Ajit K Padhy, MD, FAMS, (Singapura), Prof. Teofilo O. L. San Luis, Jr., MD, MPA (Filipina), Manoefris Kasim, MD, FIHA, FASCC, FACC (Indonesia), dll.
Dalam orasi pembukaannya, Prof. Johan menyambut baik penyelenggaraan Kongres Nasional ini. Ia menyadari, kedokteran nuklir di Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sedikit lambat daripada perkembangan kedokteran nuklir di negara tetangga. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang harus dijawab oleh para penggiat kedokteran nuklir di Indonesia.
Sementara itu, dr. Basuki Hidayat mengatakan kongres ini merupakan upaya menyongsong era baru dalam dunia kedokteran nuklir di Indonesia. Hal ini dikarenakan baru diperkenalkan dan digunakannya Positron Emission Tomography (PET) di Indonesia. Diharapkan dengan adanya PET, maka semakin banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkannya, baik sebagai sarana diagnostik maupun uji saring (screaning test).
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Myocardial Perfussion Imaging as a Modality for Assesment of atherosclerosis“, Manoefris Kasim, MD, FIHA, FASCC, FACC menjelaskan, bagi pasien asimtomatik (tidak ada keluhan), penilaian awal sebaiknya dilakukan dengan mengestimasi risiko timbulnya Infark Miokard Akut (IMA) dan kematian yang disebabkan kardiak untuk 10 tahun. Proses ini mengacu pada Frammingham Risk Score (FRS) yang direkomendasikan Adult Treatment Program (ATP) III. Selain itu, juga diselidiki rekam jejak kesehatan si pasien dan keluarga, serta ada tidaknya sindroma metabolik. Selanjutnya, pasien akan dikategorikan ke dalam risiko IMA rendah, menengah, atau tinggi, dan mortalitas kardiak 10 tahun sebesar kurang dari 10%, 10% sampai 20%, hingga lebih dari 20%.
Pasien yang berisiko rendah hanya memerlukan konseling, sedangkan pasien yang berisiko tinggi (>20%) dikenakan pemeriksaan iskemia miokard. Pasien yang digolongkan memiliki resiko tinggi dari hasil pencitraan nuklir merupakan kandidat untuk tindakan angiografi koroner lanjutan.
Ia menyimpulkan, berbagai modalitas diagnostik invasif seperti uji latih jantung, ekokardiografi, pencitraan kardiak dengan CT dan CMR, serta pencitraan radionuklida berperan penting dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan Penyakit Arteri Koroner (PAK). Pencitraan Radionuklida dalam bidang kardiologi dapat menentukan perfusi, viabilitas miokard dan fungsi ventrikel. Pemeriksaan MPI dengan uji latih dapat membantu dalam stratifikasi risiko dan menentukan rencana penatalaksanaan pada pasien dengan kemungkinan atau telah didiagnosis PAK. Pemeriksanaan SPECT dipandu EKG (ECG gated SPECT) dapat membantu menentukan pasien yang akan mendapat keuntungan terbesar dari tindakan angiografi koroner dan revaskularisasi.
Sementara itu, Edward-Bengie L. Magsombol, MD. FPCP, FPCC, DASNC mengevaluasi miokardial dengan menggunakan Echo, SPECT, dan PET. Dalam makalahnya, Edward Magsombol mengatakan, diperlukannya pemisahan antar hibernasi miokardial. Seperti yang telah diketahui, hibernasi miokardial dalam kaitannya dengan perbedaan respon pada intervensi. Hibernasi miokardial memperbaiki sebagian atau keseluruhan respon pada revaskularisasi sementara infraksi miokardium tidak diuntungkan oleh operasi ataucatheter-based.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik